Tentunya, ini harus dibarengi dengan kehadiran negara dalam memberikan perlindungan.
”Maka dari itu, kelembagaan Direktorat PPA dan TPPO ini menjadi penting, termasuk dalam menyiapkan kapasitas Aparat Penegak Hukum (APH) dan SDM pelayanan teknis lain yang berkualitas,” ungkapnya.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar menambahkan, memahami Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan perspektif sensitivitas gender sangat penting dimiliki oleh APH dan SDM layanan.
Apalagi, dalam kasus TPPO juga 80 persen merupakan perempuan, baik dewasa maupun anak. Sehingga, APH dan SDM layanan bisa menangani kasus dengan menggunakan perspektif korban.
”Upaya yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan penegakan hukum terhadap perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak diantaranya, melalui sosialisasi kepada masyarakat terkait modus-modus kekerasan termasuk TPPO, dan melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kasus TPPO sesuai standar operasional prosedur Kepolisian,” tegasnya.
Di sisi lain, muncul kritikan terkait banyaknya kasus TPPO yang terungkap. Pengungkapan kasus itu diharapkan tidak mencampuradukkan antara PMI unprocedural dengan TPPO.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Nihayatul Wafiroh menjelaskan, saat ini pemerintah fokus memberantas TPPO, namun perlu edukasi untuk masyarakat dan penegak hukum dalam membedakan PMI unprocedural dengan TPPO.
”Kalau PMU unprocedural itu mereka keluar negeri mengetahui akan bekerja, walau tidak memiliki dokumen dan sebagainya,” jelasnya.
Untuk TPPO sama sekali tidak mengetahui akan dipekerjakan. Bahkan, biasanya merupakan korban penipuan.
Kondisi ini perlu untuk disosialisasikan.
”Sekilas kita memahami betul antara PMI unprocedural dengan TPPO. Tapi, kalau klasifikasi salah, treatment juga bisa salah. Perlu pembelajaran semua pihak,” tegasnya.
Bagian lain, Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan mengatakan, pemerintah menyatakan PMI yang berangkat ilegal atau unprocedural itu menjadi korban TPPO.
”Kajian kami, mencampurkan antara PMI unprocedural dengan TPPO itu menyesatkan,” ujarnya.
PMI unprocedural dengan TPPO itu dua hal yang berbeda.
Dia mengatakan, TPPO itu merupakan perbudakan, seseorang dirampas kemerdekaannya.
Artikel Terkait
Pemulangan Warga Indonesia Korban Perdagangan Orang Masih Harus Tunggu Paspor
PPATK Temukan Transaksi Keuangan Perdagangan Orang Capai Rp 442 Miliar, 80 Persen Korban Adalah Perempuan
Pasutri Ditangkap Kasus Perdagangan Orang dengan Iming-Iming Bekerja Sebagai Cleaning Service di Arab Saudi
Terlibat Perdagangan Orang, 16 Pelaku Diringkus di Puncak Bogor
Polres Bogor Bongkar Kasus Perdagangan Orang, 22 Korban Sudah Diberangkatkan ke Malaysia
Sebanyak 414 Tersangka Kasus Perdagangan Orang Ditangkap Polri, Korbannya Capai 1.314 Orang
Miris! Sebanyak 1.476 Orang Jadi Korban Perdagangan Orang, 87 Kasus Gunakan Modus Dijadikan PSK