Larangan ini memiliki sejumlah implikasi untuk keuangan Islam, termasuk cara lembaga keuangan Islam mengelola risiko.
Dalam konteks serangan siber, pelarangan riba berarti lembaga keuangan Islam tidak bisa begitu saja membayar uang tebusan kepada para peretas (hacker).
Baca Juga: Geopark Ciletuh: Sejarah, Jarak Tempuh dari Jakarta, Objek Wisata, Luasnya, Cara ke Sana
Hal ini karena melakukan hal tersebut akan dianggap sebagai suatu bentuk transaksi yang tidak syar’i.
Sebaliknya, lembaga keuangan Islam harus menemukan cara lain untuk menghadapi serangan siber, seperti melalui asuransi atau dengan menggunakan langkah-langkah keamanan lainnya.
Implikasi Etis Membayar Tebusan
Implikasi etis dari membayar uang tebusan kepada peretas sangat rumit dan tidak ada jawaban yang mudah.
Baca Juga: Hati-Hati! Wilayah Bogor Berpotensi Diguyur Hujan Sedang Pada Selasa 23 Mei 2023
Di satu sisi, membayar uang tebusan dapat membantu memulihkan akses ke data atau sistem yang telah dikunci oleh peretas.
Ini bisa menjadi layanan berharga bagi bisnis dan individu yang terkena dampak serangan siber.
Di sisi lain, membayar uang tebusan juga dapat mendorong peretas untuk melanjutkan aktivitas kriminalnya.
Ini karena menunjukkan bahwa peretas dapat menghasilkan uang dengan menyerang bisnis dan individu.
Selain itu, membayar uang tebusan dapat menjadi preseden yang dapat mempersulit penanganan serangan siber di masa mendatang.
Pada akhirnya, keputusan apakah akan membayar uang tebusan atau tidak kepada peretas adalah keputusan sulit yang harus dibuat berdasarkan kasus per kasus.
Tidak ada jawaban yang mudah, dan bisnis serta individu harus mempertimbangkan risiko dan keuntungan membayar uang tebusan sebelum mengambil keputusan.