Sabtu, 25 Maret 2023

Hindari Spekulasi, Sebaiknya Hakim PN Jakarta Pusat yang Putuskan Tunda Pemilu Diperiksa Dan Diberi Sanksi

- Sabtu, 4 Maret 2023 | 15:04 WIB
Fadli Zon
Fadli Zon


RBG.ID - Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang memerintahkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda Pemilu 2024 selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan, terhitung sejak hari Kamis, 2 Maret 2023, harus disikapi serius, baik oleh Mahkamah Agung (MA) maupun Komisi Yudisial (KY).

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU—sebagai pihak tergugat—telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Pasalnya, KPU menyatakan Partai Prima—sebagai pihak penggugat—tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.

Baca Juga: Wamenaker Bantah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Berlaku Seumur Hidup

Untuk menghindari spekulasi politik, MA dan KY sebaiknya segera memeriksa majelis hakim yang terlibat dan memberi mereka sanksi.

Ada beberapa alasan kenapa pemeriksaan harus dilakukan, dan kenapa mereka pantas diberi sanksi.

Pertama, ada indikasi ketidakprofesionalan yang sangat mencolok. Gugatan yang dilayangkan dan kemudian dimenangkan oleh Partai Prima terhadap KPU adalah gugatan perdata.

Baca Juga: Diduga Menjadi Pemilik Pertama Jeep Robicon Mario Dandy, Mantan Ketua RT AS: Tidak Masuk Akal

Tiga orang hakim itu mestinya mengetahui bahwa pengadilan perdata hanya terbatas mengadili masalah perdata saja.

Sanksi yang dijatuhkan juga sifatnya perdata, paling hanya bersifat ganti rugi.

Nah, putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda pemilu hingga tahun 2025 jelas berada di luar kewenangan pengadilan perdata.

Putusan itu bukan hanya bisa dianggap telah melawan hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang berlaku, tapi juga bisa dianggap melawan konstitusi, khususnya Pasal 22E yang menyatakan bahwa,

Baca Juga: Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Cederai Indonesia Sebagai Negara Demokrasi

“Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”

Kalau ada sengketa terkait dengan proses Pemilu, maka sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, lembaga yang berwenang untuk memutuskannya adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan pengadilan perdata.

Halaman:

Editor: Lucky Lukman Nul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X