Wahyu mengapresiasi langkah tersebut.
Namun, menurutnya yang tak kalah penting adalah pencegahan di hulu dan akses keadilan untuk korban.
Karena, ketika tidak mendapat perhatian dan keadilan, korban seringkali kembali mencari pekerjaan yang sama dengan sebelumnya, yang mengarah pada TPPO.
”Untuk korban-korban ke Timur Tengah dan Malaysia, probabilitasnya bisa sekitar 30-40 persen kembali kerja beresiko. Ini karena nggak ada pilihan,” tegasnya.
Oleh sebab itu, dia mendorong adanya bantuan sosial untuk korban TPPO. Termasuk, restitusi bagi mereka. Dengan begitu, bisa dimanfaatkan untuk membuka usaha.
Selain itu, pemberdayaan masyarakat hingga tingkat desa perlu didorong.
Menurutnya, pemerintah hingga tingkat desa memiliki kewajiban untuk melindungi masyarakat dari jeratan sindikat TPPO melalui program-program pemberdayaan.
Ketua Jaringan Nasional Anti TPPO Rahayu Saraswati turut mengkritik peradilan bagi pelaku. Dia menilai, hukuman yang diberikan terlalu rendah.
”Penegakan hukum masih minim. Pelaku TPPO masa hanya 2 tahun. Belum lagi ketua-ketua sindikat yang masih DPO, nggak bisa dikejar. Bingung kita,” keluhnya.
Belum lagi soal rumah aman. Dia mengaku miris karena hingga saat ini negara baru memiliki satu rumah aman.
Padahal, kasus yang harus ditangani mencapai ribuan dan para korban tak bisa dijadikan satu. Mengingat, kasus yang dialami berbeda-beda.
”Dan ini nggak akan selesai dengan cepat,” ungkapnya. (ygi/mia)
Artikel Terkait
Pemerintah Indonesia Terus Upayakan Evakuasi WNI Korban TPPO di Myanmar
2 Pekan Satgas TPPO Tangkap 457 Tersangka, Muncul Kritik Karena Menyamakan TPPO dengan PMI Unprocedural
Polisi Kejar Pelaku TPPO di Luar Negeri, Laporan Bertambah Jadi 429, Tersangka 511 Orang
Polisi Ungkap Kasus TPPO di Bekasi Sebagai Penjualan Organ Manusia
Kabareskrim Polri Ungkap Kunci Sukses Mereka Mengungkap Kasus TPPO
Viral Laporan Korban TPPO Ditolak Polres Bogor, Kapolres: Kami Pastikan Ditangani Secara Profesional
Pelaku TPPO Lakukan Transplantasi Ginjal di RS Militer Kamboja