Aksara itu berkembang di Nusantara dan mulai digunakan para Wali Sanga untuk menyebarkan Islam sejak abad ke-16.
Menurut Kamus Bahasa Melayu Nusantara (Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei 2011), makna huruf pegon juga diakui di beberapa negara yang bahasanya tumbuh dari bahasa Melayu.
Misalnya, Malaysia, Singapura, atau Brunei Darussalam.
Ayung Notonegoro, pendiri sekaligus ketua Komunitas Pegon, menyatakan, pegon digunakan sejak lama di Madura, Jawa, dan daerah-daerah lain di Indonesia sejak masa persebaran agama Islam.
Bahkan, pegon juga digunakan di Mesir dan Arab Saudi. Dulu di paro pertama abad ke-20, banyak naskah kuno di negara-negara itu yang ditemukan dalam aksara tersebut.
Komunitas Pegon berawal ketika Ayung terlibat sebagai tim penyusun buku sejarah NU Banyuwangi pada 2016.
Setahun kemudian, persisnya 6 Agustus 2017, Komunitas Pegon resmi berdiri. Ayung merangkul para aktivis muda NU Banyuwangi untuk menjalankan misi mulianya tersebut.
Kini dengan dibantu 20 anggota komunitas, Ayung terus aktif mengumpulkan manuskrip, dokumen, arsip, maupun buku-buku cetak tua bersejarah.