Senin, 22 Desember 2025

Komunitas Pegon yang Aktif Mendokumentasikan serta Meneliti Sejarah Pesantren dan Nahdlatul Ulama

- Sabtu, 31 Desember 2022 | 23:25 WIB
JEJAK HISTORI: Komunitas Pegon bersama H Achmad Syafi’i (tengah), keturunan kedua KH Sanusi (KH Sanusi Yasin, kakek, dan KH Sanusi Abdullah, ayah), di kediaman KH Sanusi Abdullah di Panderejo, Banyuwangi (11/12).
JEJAK HISTORI: Komunitas Pegon bersama H Achmad Syafi’i (tengah), keturunan kedua KH Sanusi (KH Sanusi Yasin, kakek, dan KH Sanusi Abdullah, ayah), di kediaman KH Sanusi Abdullah di Panderejo, Banyuwangi (11/12).

Aksara itu berkembang di Nusantara dan mulai digunakan para Wali Sanga untuk menyebarkan Islam sejak abad ke-16.

Menurut Kamus Bahasa Melayu Nusantara (Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei 2011), makna huruf pegon juga diakui di beberapa negara yang bahasanya tumbuh dari bahasa Melayu.

Misalnya, Malaysia, Singapura, atau Brunei Darussalam.

Ayung Notonegoro, pendiri sekaligus ketua Komunitas Pegon, menyatakan, pegon digunakan sejak lama di Madura, Jawa, dan daerah-daerah lain di Indonesia sejak masa persebaran agama Islam.

Bahkan, pegon juga digunakan di Mesir dan Arab Saudi. Dulu di paro pertama abad ke-20, banyak naskah kuno di negara-negara itu yang ditemukan dalam aksara tersebut.

Komunitas Pegon berawal ketika Ayung terlibat sebagai tim penyusun buku sejarah NU Banyuwangi pada 2016.

Setahun kemudian, persisnya 6 Agustus 2017, Komunitas Pegon resmi berdiri. Ayung merangkul para aktivis muda NU Banyuwangi untuk menjalankan misi mulianya tersebut.

Kini dengan dibantu 20 anggota komunitas, Ayung terus aktif mengumpulkan manuskrip, dokumen, arsip, maupun buku-buku cetak tua bersejarah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Hadapi Perubahan Iklim, KLH Gandeng Masyarakat Sipil

Kamis, 13 November 2025 | 17:41 WIB
X