Pada Pasal 47 Ayat (1) pada UU TNI meminta prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil seharusnya telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan. Pada UU Polri pun senada.
Baca Juga: Cek! 7 Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Ini Dinyatakan Berbahaya Bagi Ginjal Oleh BPOM
Pada pasal 28 Ayat (3) dengan jelas menyatakan anggota kepolisian negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Melihat cengkarut ini, Jokowi berjanji akan mengevaluasi aturan.
”Karena kita tidak mau lagi di tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan atau korupsi,” ungkapnya.
Baca Juga: Panji Gumilang Resmi Cabut Gugatan Rp 5 triliun Terhadap Menko Polhukam Mahfud MD
Sementara itu pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan dari aspek kebijakan publik, yang utama adalah pelayanan kepada masyarakat.
Jadi apakah itu TNI, Polri, atau ASN, wajar menduduki kursi pejabat publik di kementerian maupun lembaga sipil lainnya.
"Tapi belakangan kondisinya tidak terkendali. Menggeser posisi sipil yang seharusnya di situ," katanya.
Baca Juga: Harry Kane Bersiap ke Bayern Munich, Tottenham Hotspur Cari Pengganti
Saking dominannya, sampai memunculkan kecemburuan. Kecemburuan tersebut bukan saja karena unsur TNI di lembaga sipil yang dominan dalam hal jumlah. Tetapi juga soal kewenangannya.
"Menurut daya memang harus dievaluasi. Karena sudah overload," jelasnya.
Trubus mengatakan dengan pengaturan yang baik, sejatinya unsur TNI bisa jadi sosok yang pas. Khususnya untuk mengawal aspek manajerial.
Sehingga layanan publik di tempat tersebut bisa cepat, tidak ada pungli, dan praktik kotor lainnya.
"Tapi yang muncul adalah menjadi semacam bos," katanya.