Baca Juga: Siap-siap, Rekrutmen Guru Dilakukan Lewat Marketplace
Ma'ruf menegaskan yang dipakai acuan kebijakan pemerintah adalah hasil perhitungan BPS.
Merujuk angka yang dikeluarkan BPS tersebut, angka kemiskinan ekstrim turun dari 5,80 juta jiwa pada Maret 2021 menjadi 5,59 juta jiwa pada Maret 2022.
Penurunan tersebut didukung oleh penajaman sasaran melalui pemanfaatan data PPKE.
Baca Juga: Diperiksa KPK, Sekretaris Mahkamah Agung Belum Ditahan
Kemudian juga melalui konvergensi program serta perbaikan kualitas implementasi program.
Pada kesempatan itu Ma’ruf mengingatkan perlu kerja ekstra keras untuk mengejar target nol persen kemiskinan ekstrem tahun depan.
Menurutnya kunci sukses upaya penghapusan kemiskinan ekstrem adalah konvergensi program dan perbaikan akurasi data.
Baca Juga: Kejagung Lengkapi Berkas Kasus Dugaan Korupsi Proyek Bakti Kominfo, Aset Milik Johnny G Plate Disita
Dengan adanya konvergensi program tersebut, upaya pengurangan beban pengeluaran dan pemberdayaan ekonomi langsung menyasar kantong kemiskinan.
’’Kepada Kepala BPS saya minta agar dapat mensinkronkan perhitungan tingkat kemiskinan nasional dan kemiskinan ekstrem, serta melaporkan secara berkala hasil perhitungannya. Kemudian kepada para Gubernur, Bupati, serta Walikota diminta terus meningkatkan keterpaduan serta sinergi program dan anggaran. Baik itu melalui APBN, APBD, APBDes, serta anggaran non pemerintah," jelas dia.
Baca Juga: Cara Membeli Tiket Ragunan Secara Online Melalui Aplikasi yang Telah Tersedia QRIS
Ma’ruf menyebutkan untuk urusan kemiskinan memang masih ada istilahnya daerah merah dan daerah hitam.
Dia mencontohkan untuk daerah merah diantaranya ada di Jawa, Sumatera, dan Papua.
Di daerah yang masuk kategori ini, upaya penghapusan kemiskinan ekstrem terus dilakukan upaya percepatan.