Kedua, "ompong gigi" bawaslu. Ketika dihadapkan dengan atribut partai politii, bakal calon anggota legislatif, terlebih bakal calon presiden, Bawaslu tidak punya keberanian untuk meresponnya terlebih memprosesnya secara hukum.
Baca Juga: Bikin Heboh, Beredar Foto Jimin BTS dan Bang Chan Stray Kids Terlihat Hangout Bareng
Hal ini tidak lepas dari bahwa bawaslu dan penyelenggara pemilu lainnya tidak lebih dari petugas partai politik.
Sehingga tidak mempunyai keberanian untuk menindak berbagai indikasi kesalahan "majikannya".
Ketiga, jabatan penyelenggara pemilu tidak lebih sekedar jabatan dan kekuasaan. Kontruksi orientasi para penyelenggara pemilu hanya sekedar jabatan dan mendapatkan honor bulanan untuk menghidupi kehidupannya, tidak kuar orientasi memperkuat demokrasi melalui pemilu, memajukan politik yang sehat, adil dan berintegritas.
Baca Juga: Sadis, Pria 35 Tahun di Tangsel Aniaya Istrinya yang Tengah Hamil 2 Bulan Hingga Berdarah-darah
Itu mungkin sangat jauh dikepala mereka. Sehingga dampaknya penyelenggara pemilu beraktifitas hanya sekedar administratif bukan pada penegakan hukum, terobosan dan gagasan kontruktif.
Ketiga, orientasi kontestasi atribut bukan kontestasi gagasan. Bacaleg, bacapres atau calon anggota DPD yang mengotori seluruh pelosok lingkungan dengan dengan baligo, spanduk dan semacamnya sudah bisa dipastikan mereka yang tidak pernah mempunyai gagasan, sehingga tidak pernah muncul di publik.
Otomatis publik tidak mengenalnya. Satu-satunya cara mengenalkan kepada publik hanyalah dengan baligo, spanduk dan sebagainya.
Baca Juga: Peserta Terakhir, SM Entertainment Perkenalkan Sakuya dan Heitetsu di 'NCT Universe LASTART'
Karena, tidak punya cara lain untuk memperkenalkannya.
Bagaimana jadinya rakyat ini diwakili oleh orang yang tidak mempunyai gagasan dan legacy apapun di tengah-tengah masyarakat.
Pada akhirnya hanya kekuasaan dan material yang dikejar dan rakyat akan ditinggalkan. Keepat, oligarki partai politik.
Baca Juga: Tahun Sibuk, The Boyz Dikonfirmasi Akan Rilis Album Baru Agustus Mendatang
Seakan-akan ketika partai politik yang melakukan kegiatan, semuanya minggir, undang-undang dan peraturan ikut minggir, penegakan hukumpun dipinggirkan.
Artikel Terkait
Bukan Cuma Modal Tampang, Caleg Artis Bersaing di Pemilu
KPU Butuh Revisi UU Pemilu, Untuk Menata Masa Jabatan agar Tidak Berantakan
Asal muasal Pemilu & Polling/Survey: Rakyat Perlu Tahu
Jumlah Pemilih Milenial pada Pemilu 2024 Capai 33,60 Persen
Soal Cawe-cawe, Jokowi Tegaskan Pemerintah Memberikan Dukungan Penyelenggaraan Pemilu
Jangan Lagi Saling Mengumpat, Masyarakat Diminta Hilangkan Istilah Cebong dan Kampret di Pemilu 2024
Desain Keserentakan Pemilu dan Pilkada di Indonesia Dari Tahun ke Tahun