Dalam UU P3 disebutkan, penjelasan-penjelasan pasal hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan istilah asing.
Baca Juga: Huh Yunjin Le Sserafim Bawakan Lagu Baru ‘Blessing in Disguise’ di Weverse Park Day 2
Adapun Pasal 280 Ayat (1)
Huruf h, Ong Yenny menilai sudah jauh melampauinya. Sebab, berisi hal yang bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh ataupun menambah pengertian norma yang ada.
"Ini berakibat terjadinya pertentangan antara penjelasan pasal dengan materi pokok, sehingga berakibat terjadinya ketidakpastian hukum," tuturnya.
Baca Juga: Lahan yang Digunakan untuk Jalan Belum Dibebaskan, Inilah Tuntutan Warga Desa Bantarkaret Bogor
Ong Yenny menambahkan, terjadinya potensi memanipulasi dengan memanfaatkan ketiga tempat itu berbahaya.
Fasilitas pemerintah, misalnya, maka berpotensi menyeret penyelenggara negara menjadi tidak netral. Lalu, diperbolehkannya tempat ibadah untuk kampanye berpotensi melemahkan prinsip-prinsip negara kesatuan.
"Karena peserta pemilu dan para pemilih akan terjebak ke dalam politik identitas, khususnya agama," ungkapnya.
Baca Juga: 10 Artis yang Diajukan untuk Berkolaborasi dengan Coldplay Saat Konser 15 November Nanti
Demikian juga dengan tempat pendidikan. Ong Yenny mengingatkan potensi terbelahnya institusi-institusi pendidikan ke dalam aliran-aliran kekuatan politik tertentu selama masa kampanye.
"Hal-hal seperti ini tentunya akan mencederai sistem pendidikan kita," tegasnya. (far/hud)