RBG.id – Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 terus menuai penolakan dari masyarakat.
Salah satu bentuk protes datang melalui petisi daring bertajuk “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” di platform Change.org.
Hingga Minggu (22/12), petisi ini telah ditandatangani oleh lebih dari 170 ribu orang.
Petisi yang diinisiasi oleh akun Bareng Warga sejak 19 November 2024 tersebut mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan kebijakan tersebut, dengan alasan potensi dampak besar pada kesejahteraan masyarakat.
Membebani Masyarakat Kecil
Dalam petisinya, Bareng Warga menyebutkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen akan memperberat beban masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang masih penuh tantangan.
“Kenaikan PPN ini akan memicu lonjakan harga barang kebutuhan pokok, menambah kesulitan masyarakat yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan dasar,” tulisnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran terbuka hingga Agustus 2024 masih tinggi, mencapai 4,91 juta orang.
Sebagian besar pekerja, sekitar 57,94 persen, berada di sektor informal dengan penghasilan yang tidak menentu.
Rata-rata upah pekerja yang mendekati Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta sebesar Rp5,06 juta pada 2024 jauh dari estimasi biaya hidup layak di ibu kota, yang mencapai Rp14 juta per bulan.
Kebijakan kenaikan PPN ini akan diberlakukan untuk sejumlah barang dan jasa yang dianggap masuk kategori mewah, seperti layanan kesehatan VIP, pendidikan internasional, dan konsumsi listrik rumah tangga daya besar.
Baca Juga: Hayoloh, Netflix dan Spotify Kena Tarif PPN 12 Persen: Bukan Lagi Barang Mewah, Begini Kata Kemenkeu