Pulu mandoti harus dinikmati tanpa kuah. Meski ada pula di antara rombongan yang telanjur mencampur dengan sop yang tersedia di meja makan. Pulu mandoti disajikan dengan nasu likku (ayam masak lengkuas) atau kadang dinikmati dengan teri balado dan sambal.
Beras Pulu Mandoti menurut Ansar, hanya tumbuh di dua wilayah di Enrekang. Desa Salukana yang lokasinya tidak jauh dari kediamannya merupakan tempat tumbuhnya beras langka ini. Rasanya yang pulen dan harum dan berbeda dengan beras merah biasanya. Harga di petani secara langsung sebesar Rp70.000/liter. Setara dengan harga 10 liter beras.
Pulu Mandoti adalah salah satu jenis beras lokal berupa ketan wangi yang langka. Beras pulu mandoti ini tumbuh di wilayah pegunungan dengan ketinggian sekitar 700 mdpl. Desa Salukana dan Desa Kendenan, Kecamatan Baraka, berada sekitar 60 kilometer dari Kota Enrekang, Ibu Kota Kabupaten Enrekang
Dalam mengolahnya pun tidak seperti beras biasanya. Harus direndam dulu. Harum beras mulai tercium saat perendaman dan harum wangi pandan tercium ketika proses pemasakan.
Beras ini langka karena tidak bisa dibudidayakan di luar kedua desa tersebut. ”Kalau ditanam di luar dua wilayah itu, aroma dan warna merahnya berubah,” ungkap Ansar, pensiunan guru ini.
Menurut suami dari Hasnawati Lodang ini, sudah banyak yang mencoba menanam tetapi gagal. Bahkan, sudah banyak yang datang melakukan penelitian tentang beras langka ini.
Pulu Mandoti sendiri sudah mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis dari Kemenkumham sehingga secara paten diakui sebagai kekayaan hayati asli Enrekang.