Kudapan manis ini dijual hanya ada di daerah Pangkep, Sulawesi Selatan. Puluhan kios penjual dange berjejer di sepanjang jalan.
Kios-kios kecil penjual dange yang ada di tempat itu memang telah ada sejak puluhan tahun. Keunikan rasa menjadi satu hal yang membuat penjualan kue tradisional ini tidak terkalahkan dengan kue modern.
Kue dengan bahan baku tepung beras hitam, kelapa parut, dan gula merah ini diolah dengan cara yang khas dan sederhana. Cukup dicampurkan kemudian dimasukkan dalam cetakan yang terlebih dahulu dibakar di atas tungku.
”Hanya cetakannya yang dibakar. Setelah panas, cetakan lalu diangkat dan bahan dimasukkan ke dalam cetakan. Kelihatannya sederhana, tetapi belum tentu jadi kalau beda tangan yang mengolahnya,” ungkap Ny. Marni.
Harganya lumayan murah, Rp25 ribu untuk 10 potong. Untuk menjaga dange tetap hangat, dange dimasukkan ke dalam penghangat rice cooker.
Usai mencicipi dange, perjalanan pun dilanjutkan melewati Kabupaten Barru dan Kota Pare-pare. Di kota tempat kelahiran Presiden BJ Habibie ini, kami sempat mencicipi durian di salah satu kafe yang berada di pinggir laut.
Kota yang terkenal dengan Monumen Cinta Sejati Habibie Ainun ini kulinernya terkenal dengan roti mantao. Tim ekspedisi tidak sempat mencicipi secara langsung tetapi menjadi buah tangan karena bisa bertahan hingga beberapa hari.