Ia menuturkan, tindakan perundungan terhadap anaknya sudah berlangsung sejak September 2024, ketika korban masih duduk di kelas 3 SD.
Sejak saat itu, anaknya kerap mendapat kekerasan fisik dan pemalakan dari sejumlah teman sekelas.
Sebelum membawa kasus ini ke kepolisian, pihak keluarga sempat mengikuti mediasi dengan orang tua pelaku yang difasilitasi sekolah. Namun, upaya tersebut tidak menghasilkan solusi berarti.
Lebih lanjut, sang ibu menduga adanya keberpihakan pihak sekolah kepada salah satu orang tua pelaku, yang membuat penanganan kasus menjadi berlarut-larut tanpa hasil.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan perundungan di dunia pendidikan yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, khususnya pemerintah daerah dan lembaga pendidikan.
Diharapkan, langkah konkret segera diambil agar setiap siswa mendapatkan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari kekerasan.***