Baca Juga: Asal Usul Nama Hari Minggu
Begitu masuk pintu gerbang pelabuhan, ingatan saya tiba-tiba melayang ke tahun 1977. Ketika itu pagi hari di tanggal 20 Desember.
Waktu itu saya masih sangat remaja. Pagi hari itu saya memang sengaja datang ke pelabuhan untuk mencari tumpangan ke Ilath, desa yang jaraknya kurang-lebih 25 km dari Namlea, ke arah selatan.
Saya melihat ratusan orang berjejer rapi di atas dermaga. Lalu ada kapal besar sedang tambat di depan ratusan orang yang berjejer itu. Banyak tentara berjaga-jaga di dalam dan di luar pelabuhan.
Baca Juga: Raffi Ahmad, Baim Wong hingga Atta Halilintar Dukung Erick Thohir Jadi Ketum PSSI
Banyak wartawan sibuk memotret sana-sini. Saya dan banyak orang lain dilarang mendekat ke ratusan orang yang sedang berjejer itu.
Mungkin saja maksudnya agar orang-orang yang ratusan itu tidak terganggu.
Itulah hari pembebasan gelombang pertama tahanan politik (Tapol) G30S PKI setelah diasingkan dan ditahan di Pulau Buru sejak 1969. Mereka ditahan tanpa melalui proses pengadilan.
Baca Juga: Dana Stimulan Gempa Tahap 3 Kapan Cair, Ini Kata Bupati Cianjur
Selama 1969 sampai dengan 1977 itu 12 ribu tapol tinggal di 22 barak tahanan di Pulau Buru. Termasuk Pramudya Ananta Toer. Pram baru bebas pada 21 Desember 1979.
Ketika didatangkan dari Jawa, belasan ribu Tapol yang dituduh terlibat G30S PKI itu, dengan menggunakan kapal ABRI, turun di Dusun Batuboy.
Namlea waktu itu berbentuk desa dan Batuboy adalah salah satu dusunnya. Batuboy saat ini telah menjadi desa.
Baca Juga: 5 Tempat Kuliner Cianjur yang Populer, Dijamin Nikmat!
Ketika dibebaskan, Tapol Pulau Buru itu dipulangkan melalui dermaga Pelabuhan Namlea. Dan pembebasan tahanan politik G30S PKI ini, waktu itu, mendapat perhatian dunia internasional.
Pelabuhan Namlea yang sangat bersejarah itu, sejak 9 Juli 2022 berganti nama menjadi Pelabuhan Merah Putih. Diresmikan Gubernur Maluku Murad Ismail.