Sang raja langsung memerintahkan abdinya untuk membawa sang putri kepadanya. Mangkurat menganugerahkan rumah mewah di dalam istana. Dia juga memberikan gelar baru kepada sang putri, yakni Ratu Wetan.
Meski demikian, Ratu Wetan tetap tak bisa melupakan sang suami. Melihat hal itu, Mangkurat terbakar oleh api cemburu. Dia perintahkan anak buahnya untuk menghabisi nyawa Kiai Dilem.
Setelah mengetahui kematian suaminya, Ratu Wetan begitu berduka. Siang-malam, ia menangis tak henti-hentinya. Tak lama, sang ratu jatuh sakit, sering muntah, dan diare. Kesehatannya terus memburuk hingga ia meninggal dunia.
Melihat kondisi selirnya itu, segala pikiran buruk berkecamuk di kepala Mangkurat. Segera ia perintahkan agar seluruh dayang dan abdi Ratu Wetan ditahan. Mangkurat mencurigai mereka berkomplot untuk meracuni sang ratu. Para dayang itu disiksa dalam tahanan serta tidak diberi makanan dan minuman hingga menemui ajal.
Dalam catatan Valentijn, seorang pendeta Kristen, tindakan Mangkurat dalam menghukum para dayang tersebut lebih mengerikan. Sang raja memerintahkan agar bukan hanya dayang Ratu Wetan yang dihukum, tetapi juga semua selirnya. Dari puluhan wanita yang disiksa dalam kurungan itu, ternyata hanya satu yang mampu menjadi penyintas. Melihat hal itu, Mangkurat justru memerintahkan kepada abdinya agar selir yang selamat tersebut dikubur hidup-hidup di dekat kuburan yang disiapkan untuk Ratu Wetan.
Mangkurat sendiri tak mau berpisah dengan jenazah Ratu Wetan. Meski ia telah membuatkan kompleks pemakaman yang indah untuk selirnya itu di Gunung Kelir, dia menolak menguburkannya. Baru setelah jenazah Ratu Wetan membusuk, dia merelakannya untuk dikebumikan.
Kisah kedua terkait Mangkurat yang gelap mata akan wanita tidak terlepas dari kesedihannya setelah Ratu Wetan wafat. Ia menyatakan baru akan bisa kembali mengurus negara manakala ada selir pengganti yang sama cantiknya dengan Ratu Wetan.
Maka, ia mengutus dua menteri untuk mencarikan calon buatnya. Menurut suatu nujum, perempuan dengan kriteria tersebut bisa ditemui di suatu daerah dengan limpahan air yang segar. Pada akhirnya memang kedua menteri menemukan calon tersebut di pinggir Kali Mas Surabaya. Putri yang memenuhi kriteria itu bernama Roro Oyi.