Selain itu, menurut dia, banyak risiko yang mungkin terjadi jika terdakwa tak ditahan. Mulai melarikan diri, menghilangkan barang bukti, hingga melakukan hal-hal yang mungkin memengaruhi status hukumnya.
Termasuk mengancam para korban. ”Anak-anak (korban, Red) mengalami itu, diancam dipatahkan kakinya, dituntut balik, macam-macam,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, ancaman tersebut membuat kondisi para korban kian tertekan. Padahal, pemulihan trauma pasca kekerasan seksual masih berjalan.
Nyaris setahun, pihaknya bersama LPSK telah melakukan pendampingan dan upaya pemulihan psikosomatik kepada korban dan keluarga.
Selain perkara penahanan terdakwa, Arist turut mengendus sejumlah hal yang mencurigakan. Misalnya, dalam persidangan, tiba-tiba dibahas status lembaganya.
Bukan hanya itu, yang paling mengagetkan, Seto Mulyadi, yang dikenal sebagai aktivis perlindungan anak, juga tiba-tiba muncul dalam sidang di PN Malang dan justru berdiri di pihak terdakwa sebagai saksi ahli.
”Mengecewakan sekali karena membela predator seksual. Dia seolah menggali kuburan sendiri,” sesal Arist.
Rencananya, sidang lanjutan kasus kekerasan seksual ini kembali diadakan pada 20 Juli.