RBG.ID – Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menyatakan penetapan biaya perjalanan ibadah haji (bipih) berpihak kepada 202 ribu jamaah haji reguler yang tahun ini pergi.
Tapi, menurut dia, itulah keputusan jangka pendek dengan unsur muatan politis.
”Sehingga yang dikorbankan adalah kepentingan 5,2 juta jamaah haji tunggu yang masa antrenya bisa mencapai 60 tahun mendatang baru berangkat,” ucap Mustolih Siradj di Jakarta kemarin (17/2).
Mustolih beralasan, nilai manfaat yang seharusnya menjadi hak mereka diambil lebih dulu guna menambal yang berangkat tahun ini.
BACA JUGA:Diduga Menipu, Ressa Herlambang Tantang Korban Buat Lapor Polisi
Ada Rp 8 triliun yang diambil guna menyubsidi 202 ribu jamaah haji reguler.
”Kemenag dan BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali mengikuti kemauan DPR. Sebab, DPR punya senjata pemungkas, yakni Pasal 47 Ayat 1 UU 8/2019. Bipih harus mendapat persetujuan DPR,” paparnya.
Dia menuturkan, yang dilakukan Komisi VIII DPR ini adalah skema Ponzi.
Alasan Mustolih ini berdasarkan skema jamaah haji yang lebih dulu berangkat dibiayai dari uang jamaah yang masih menunggu antrean.
”Tentu saja yang untung adalah jamaah haji yang lebih dulu berangkat. Mereka yang puluhan tahun antre terancam bernasib ’buntung’ karena tidak mendapatkan subsidi. Sebab, dananya sudah dikuras,” terangnya.
Dia memprediksi subsidi ini hanya berlangsung sebentar dan tidak ada subsidi lagi selanjutnya.
”Setidaknya hanya mampu bertahan sampai 2026 atau 2027 sebagaimana yang disimulasikan BPKH yang dipaparkan di depan Komisi VIII DPR,” ungkapnya.
Beralasan bila skema investasi yang diterima selama ini hanya di kisaran 6–7,5 persen per tahun.