RBG.ID – Dinamika ekonomi global dan domestik membawa tantangan bagi industri perbankan. Tidak terkecuali bank perekonomian rakyat maupun lini syariahnya (BPR/BPRS).
Mereka menghadapi persaingan yang semakin ketat, khususnya pada penyaluran kredit atau pembiayaan kepada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyatakan, pertumbuhan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit BPR/BPRS hingga semester I 2024 masih tercatat positif. Masing-masing tumbuh 6,19 persen; 7,01 persen; dan 6,96 persen secara year-on-year (YoY).
Itu seiring dengan amanat UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang ditopang dengan pemenuhan modal inti minimum Rp 6 miliar.
”Sehingga rasio CAR BPR/BPRS posisi semester I 2024 tercatat 28,11 persen. Dengan demikian, memiliki ketahanan permodalan yang memadai,” terang Dian.
Menurut dia, BPR/BPRS menghadapi persaingan yang ketat, terutama penyaluran kredit atau pembiayaan UMKM.
Untuk menghadapi perubahan dan tantangan tersebut, OJK telah menerbitkan roadmap pengembangan dan penguatan industri BPR/BPRS.
Di dalamnya terdiri atas empat pilar utama: penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi, penguatan peran BPR dan BPRS di wilayahnya, serta pengaturan, perizinan dan pengawasan.
Dengan serangkaian inisiatif pada roadmap tersebut, diharapkan dapat memberikan peningkatan ketahanan dan daya saing bagi industri BPR/BPRS dalam menghadapi tantangan bisnis.
Kendati demikian, nyatanya industri BPR di Indonesia mulai kewalahan.
Satu per satu bank mulai gulung tikar. Sepanjang 2024, tercatat 15 BPR dinyatakan tutup.
Teranyar, OJK mencabut izin usaha PT BPR Nature Primadana Capital per 13 September 2024.