Latu mengaku mendapatkan laporan dan fakta hasil pengawasan di lapangan mengenai ketidaktepatan data KPM penerima BLT ini. Diantaranya adalah nama KPM yang sudah meninggal dunia, muncul sebagai penerima BLT-APBD.
Kedua, KPM yang sudah tidak tinggal di lingkungan Kota Bekasi, atau pindah tempat tinggal, dan segelintir masyarakat yang status ekonominya mampu, mereka tercatat sebagai KPM penerima BLT-APBD.
"Karena banyak juga yang kemarin dapat itu orang yang mampu, sedangkan mereka yang tidak mampu itu tidak mendapatkan. Sedangkan spesifikasinya BLT kemarin itu, khusus untuk warga atau masyarakat yang masuk dalam DTKS, yang belum pernah menerima bantuan," ungkapnya.
Permasalahan ini kata Latu, terjadi lantaran data yang digunakan bersumber dari pemerintah pusat, bukan usulan pengurus RT RW. Berdasarkan catatan hasil penyaluran BLT belakangan ini, ia menilai perbaikan DTKS sangat mendesak untuk dilakukan.
Ia menyebut beberapa tahun silam, Pemkot Bekasi pernah memproduksi data masyarakat yang masuk dalam kategori layak menerima bantuan di luar data DKTS. Data tersebut pernah dipakai untuk menyalurkan bantuan dalam bentuk sembako oleh Pemkot Bekasi pada pandemi Covid-19.
"Kita bisa saja ambil data dari Kemensos, tapi usulannya, usulan dari bawah, dari RT RW kira-kira mana saja warga kita di tiap RT RW yang belum menerima bantuan sosial. Diambil tetap dari DTKS tapi yang menseleksi tetap RT RWnya, kan bisa," tambahnya.
Selain data KPM penerima BLT-APBD, yang juga menjadi catatan Latu adalah over ekspose pada pelaksanaan penyaluran BLT. Dimana KPM diminta untuk memberikan video testimoni ucapan terimakasih kepada Plt walikota Bekasi.
Terpisah, Kepala Dinsos Kota Bekasi, Alexander Zulkarnaen mengatakan bahwa pihaknya menyadari kemungkinan adanya permasalahan ini. Hal ini disebabkan oleh cepatnya perubahan kondisi masyarakat.