RBG.ID – Proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pemilu 2024 sudah berjalan sejak 12 Februari.
Tahapan coklit oleh petugas pantarlih itu berlangsung hingga 14 Maret mendatang.
Dari hasil pemantauan, ditemukan sejumlah persoalan di lapangan.
Baca Juga: Hi Para Pencari Kerja! Yuk, Simak Syarat dan Cara Bikin Kartu Kuning (Kartu AK 1) Secara Online
Neni Nur Hayati, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, mengungkapkan, beragam jenis dugaan pelanggaran banyak ditemukan di daerah.
Yang paling meresahkan, terjadi praktik perjokian dalam coklit.
Petugas yang semestinya menyisir dari rumah ke rumah (door-to-door) justru menyuruh atau membayar orang lain untuk menggantikan tugasnya.
’’Ada joki, (misalnya) di Kecamatan Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya,’’ ujar Neni dalam diskusi di Jakarta.
Baca Juga: Jelang Ramadan Wapres Apresiasi Seruan DMI
Dia meyakini, praktik tersebut juga sangat mungkin terjadi di daerah lainnya. Dari temuannya, total ada 176 kasus.
Namun, pihaknya menyebut bisa jadi jumlah riilnya jauh lebih banyak. Penyebabnya, persoalan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) pemantau.
Temuan DEEP Indonesia itu sejalan dengan data yang disampaikan jajaran Bawaslu daerah.
Penggunaan joki, lanjut Neni, tentu sangat berbahaya. Selain menyalahi aturan, juga berpotensi membuka peluang kesalahan. Sebab, para joki tidak pernah mengikuti bimbingan teknis seputar coklit.
Baca Juga: Materi Gugatan Cerai Indra Bekti dan Dhila Hanya Ingin Berpisah
Artikel Terkait
Atalia Praratya, Istri Gubernur Jabar Calon Kuat Wali Kota Bandung
Soal Keputusan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Nasir Sebut MK Masih Waras
Koalisi Golkar dan PDI Perjuangan Dinilai Bisa Jadi Poros Baru di Pilpres 2024
Keluar dari Lapas Sukamiskin, Anas Urbaningrum Gabung Partai Kebangkitan Nusantara
Bagi Mantan Terpidana yang Ingin Maju jadi Calon DPD, Ini Syaratnya!