Kemudian jalur prestasi yang tidak jelas parameternya dan manipulasi alamat sehingga masuk dalam radius zonasi sekolah negeri.
Baca Juga: 6 Cara untuk Terhubung Kembali dengan Pasangan
Ubaid mengatakan dari Permendikbud 1/2021 tersebut, melahirkan aturan di daerah yang saling bertabrakan. Sehingga masyarakat menjadi gaduh.
’’Bila kegaduhan di satu atau dua daerah saja, itu yang bermasalah aturan pemdanya. Tetapi ini yang gaduh di banyak daerah,’’ jelasnya.
Selain itu Ubaid juga mengkritisi pelaksanaan PPDB yang tidak pernah diaudit.
Baca Juga: Agar Bisa Berjaya di Pemilu 2024, Ini Pesan Plt Ketua Umum PPP Kepada Kadernya di Seluruh Indonesia
Meskipun banyak masyarakat yang dirugikan atau menjadi korban, Kemendikbudristek sama sekali tidak pernah merevisi peraturan tadi.
Dia menegaskan sistem seleksi dalam PPDB harusnya menghilangkan praktik diskriminasi. Baik itu diskriminasi ekonomi atau lainnya. Tetapi ternyata diskriminasi masih saja terjadi.
’’Permendikbud 1/2021 harus direvisi atau bahkan diganti,’’ tegasnya.
Baca Juga: YOUTH IN THE SHADE Milik ZEROBASEONE Jadi Album Debut Terlaris dalam Sejarah K-Pop
Kemendikbudristek harus membuat regulasi PPDB yang mengatur sampai tataran teknis.
Sehingga menutup peluang untuk munculnya banyak penafsiran dari daerah-daerah.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) pun merangkum sejumlah persoalan PPDB yang sejatinya terus berulang. Pertama, migrasi domisili melalui Kartu Keluarga calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua.
Baca Juga: Kementerian PUPR Kembangkan 821 Unit Sarana Hunian Pariwisata Dukung DPSP Borobudur
Ini umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah unggulan.