Rosmalia, salah satu wali, mengaku ada sumbangan yang harus dibayarnya seiring dengan diterimanya sang adik di salah satu madrasah aliyah negeri.
Yakni, daftar ulang Rp 910 ribu, seragam Rp 1,45 juta, lembar kerja siswa Rp 550 ribu, dan sumbangan awal tahun Rp 3,5 juta. Seluruh biaya ini boleh dicicil.
”Ini dirapatkan dulu. Mau ambil yang berapaan gitu, dan kita ambil yang paling kecil,” ujarnya.
Rosma mengaku tak keberatan dengan tarikan sumbangan tersebut. Baginya, sang adik bisa diterima di sekolah negeri sudah lebih dari cukup.
Apalagi jika melihat kisruh PPDB yang tak kunjung usai.
”Selain itu, dibilangnya ini buat bayar pegawai non PNS gitu. Jadi yasudah nggak papa,” pungkasnya.
SPP dan uang gedung harusnya tak ditagihkan lagi pada siswa.
Karena, sudah ada dana bantuan opersional sekolah (BOS) yang menanggung kebutuhan tersebut per siswa.
Kalau pun ada tarikan untuk kebutuhan ekstra kurikuler, tarikan tak boleh dipukul rata ke semua siswa.
Sebab, tak semua siswa mengikuti ekskul yang sama.
Kemendikbudristek sendiri menegaskan, bahwa PPDB menjadi kewenangan pemda. Sebab, penyelenggaraan sekolah-sekolah negeri dilakukan oleh pemda.
Sehingga pengawasan atas penyelenggaraan PPDB pun jadi tanggung jawab pemda melalui inspektorat daerah.
Kendati begitu, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang menampik tegas pihaknya cuci tangan atas persoalan yang terjadi selama PPDB.
Dia mengatakan, Kemendikbudristek tetap melakukan pengawasan.
Dalam hal ini, mengawasi pemda dalam penyelenggaraan pendidikan.