Padahal proses itu sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri sehingga harus dikomunikasikan kepada masyarakat.
Transparansi penanganan kasus di internal dengan melibatkan anggota Polri yang sangat tertutup terjadi juga di Polda Kaltara.
Bahkan kasus pemerasan yang dilakukan oleh Iptu MK saat menjadi Kasatreskrim Polres Bulungan "dikawal" oleh Kapoldanya, Irjen Daniel Aditya sehingga harus diambil alih oleh Divpropam Polri untuk menanganinya.
Hal ini terjadi setelah adanya kegaduhan pencopotan Kabidpropam Kaltara, Kombes Teguh Triwantoro yang dicopot oleh Kapolda setelah adanya Laporan Hasil Pemeriksaan dari Iptu MK yang ditangani Propam Polda Kaltara dan akhirnya Kombes Teguh diaktifkan lagi sebagai Kabidpropam Polda Kaltara setelah Menkopolhukam Mahfud MD turun tangan.
Pengawalan dari Kapolda Kaltara itu sangat jelas ketika Iptu MK dimutasi ke Ditintelkam Polda Kaltara yang mestinya ke Yanma, Keistimewaan ini diduga adanya hubungan penangkapan kapal yang diduga melakukan penggelapan BBM dengan meminta uang Rp 1,5 Miliar yang mengalir ke Kapolres Tarakan dan Kapolda Kaltara.
Pada kasus ini, Mabes Polri melalui Divhumas Polri menyatakan bahwa Polri telah membentuk tim dari Itwasum Polri dan Divpropam Polri.
Tapi, hingga kini, perkembangan kasus ini tak pernah di ekspose ke publik dan Kapolri sendiri tak pernah bersuara perkembangan dari tim Itwasum Polri dan Divpropam Polri.
Sementara Kapolda Kaltara dan Kapolres Tarakan masih dipertahankan. Padahal laporan masyarakat telah dilayangkan ke pihak Divpropam Polri.
Ini merupakan ujian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa transparansi masih jauh dari harapan.
Sehingga, perlu keteladanan dari pemimpin di semua lini satuan kerja untuk melakukan pembersihan di institusi Polri ke depan.
Keteladanan sebagai abdi nusa dan bangsa ini sangat dibutuhkan oleh setiap insan Polri, untuk melakukan reformasi kultural yang belum menampakkan hasil memuaskan karena masih menonjolnya sikap arogansi, penyalahgunaan kewenangan, dan hedonisme.
IPW juga memberikan catatan terkait kasus kasus tersisa dlm sidang kode etik atas obstruction of justice.
Teranyar adalah putusan atas Kompol Chuck Putranto yang dalam putusan banding dibatalkan PTDHnya hanya dikenakan demosi 1 tahun. Terkait materi putusan adalah kewenangan majelis Etik akan tetapi prosedural juga harus ditaati karena putusan tersebut bisa dikatakan cacat prosesural berdasarka waktu seharusnya perkara tsb diputus menurut Perpol Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode etik Polri.
Semestinya, selama lamanya putusan tsb harus sudah keluar Desember 2022.
Oleh sebab itu, dalam usianya yang sudah 77 tahun, Polri harus mawas diri dengan mengerem anggotanya untuk tidak arogan dan pamer kekayaan.