RBG.ID - Sebagai salah satu kader Muhammadiyah yang pernah mengikuti tahapan perkaderan di berbagai tingkatan organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah, bahkan pernah mengikuti proses kegiatan belajar dan mengajar formal di lembaga pendidikan di bawah naungan persyarikatan Muhammadiyah, saya mendapat pemahaman nilai kemuhammadiyahan yang berorientasi pada penguatan spiritualitas agama, kesadaran atas nilai sosial kemanusiaan, serta pada peran persyarikatan yang bisa memberi manfaat bagi masyarakat secara umum.
Dari banyak guru, mentor perkaderan, bahkan sesama rekan kader dalam berbagai gerakan, saya mengimani bahwa nilai-nilai luhur yang disinggung di atas tadi, secara dominan telah menjadi motif dan daya tarik bagi siapa saja yang pada akhirnya memutuskan diri untuk ingin mengenal Muhammadiyah secara lebih dekat, bahkan, dikemudian hari resmi menjadi anggota Muhammadiyah.
Namun seiring berjalannya waktu, terjadi dialektika dan dinamika yang saya ikuti didalam rumah persyarikatan khususnya dalam lingkungan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor.
Baca Juga: Vinuscare Kembali Santuni Puluhan Anak Yatim di Bogor
Saya dibawa untuk melihat adanya berbagai realitas yang bersifat paradox atau bertentangan.
Terjadi semacam pecah kongsi antara ucapan dan perilaku beberapa oknum kader Muhammadiyah yang bahkan dalam hirarkis organisasi, sudah berada pada maqam “ayahanda” yang (semestinya) mampu bersikap arif dan bijaksana dalam menjalankan dan mengelola persyarikatan sebagaimana yang disepakati oleh para founding fathers-nya yang kemudian dituangkan sebagai aturan baku persyarikatan.
Khususnya dalam waktu satu bulan menjelang Musyawarah Daerah (Musyda) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor ke-14 pada Mei 2023 mendatang, saya menyaksikan beberapa kejanggalan yang terjadi yang boleh jadi luput dari kacamata akar rumput.
Baca Juga: 7 Warga Diperiksa Terkait Kekerasan Terhadap 2 Perempuan Pemandu Lagu yang Dibuang ke Laut
Yang pertama, Panitia Pemilihan (Panlih) Musyda yang tidak bisa menjaga jarak dengan salah satu tokoh yang disinyalir kuat akan dicalonkan sebagai calon Ketua Umum Pimpinan Daerah Muhamadiyah yang baru.
Meskipun belum ada calon atau kandidat formatur yang ditetapkan, namun dengan telah di SK-kannya Panitia Pemilihan pada 29 Maret 2023 lalu, artinya seluruh tahapan menuju pemilihan formatur dan ketua umum sudah dimulai.
Sebagai informasi, sistem pemilihan pimpinan di Muhammadiyah menggunakan sistem formatur dengan prinsip perwakilan dalam penunjukkan ketua umum.
Baca Juga: Pria ODGJ Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap 3 Anak Perempuan di Cibungbulang
Tahapannya nanti, tiap-tiap Pimpinan Cabang Muhammadiyah merekomendasikan usulan kandidat ketua.
Adapun batas usulan secara akumulatif dibatasi pada 39 nama kandidat. 39 kandidat ini akan ditetapkan pada Musyawarah Pimpinan Daerah (Musypimda) Muhammadiyah Kabupaten Bogor.