RBG.ID - Kecenderungan adanya praktik-praktik pelemahan demokrasi di Indonesia memantik banyak pihak untuk memberi respon dalam bentuk kritik dengan berbagai pola dan skema yang diharapkan mampu menjadi penyeimbang antara dominasi kekuasaan dan harapan serta keinginan masyarakat.
Harapan rakyat Indonesia pasca keran reformasi dibuka, nyatanya tidak secara tertib mampu mengakomodir kepentingan warga negara secara umum.
Kondisi ini terjadi disebabkan oleh muncul kembalinya kecenderungan kekuasaan yang terlalu dominan yang membangkitkan corak fasisme dan feodalisme zaman kerajaan nusantara pra-Indonesia merdeka.
Baca Juga: Batal Nikah, Gadis di Pasuruan Pilih Bunuh Diri di Vila Kosong Prigen
Hal ini bisa secara jelas terlihat pada eksistensi partai politik, yang jika kita berani jujur melihat, karakter feodalisme di dalamnya masih terasa sangat kuat.
Ketua Umum partai politik tidak ubahnya seperti raja-raja di zaman kerajaan yang dihormati, dikultuskan, diiringi berbagai hak-hak istimewa untuk keluarga dan kerabat dekatnya.
Bahkan di internal partai politik itu sendiri, terbentuk gradasi-gradasi relasi-kuasa yang kentara.
Jika seorang kader partai politik tidak memiliki darah biru pendirinya, maka mudah untuk menghentikan sepak terjangnya yang “over-progressive” karena dianggap sebagai matahari kembar yang harus segera diredupkan dan dimutilasi.
Kondisi seperti ini jelas menjadi gambaran stagnasi demokrasi yang pernah diharapkan bisa tumbuh dan kuat pasca runtuhnya orde baru.
Pada faktanya, reformasi tidak lebih berkembang dari sekadar perubahan nomenklatur semata, karena corak dan praktik feodalistik kerajaan masih terasa sangat kuat dalam penyelenggaraan Negara.
Baca Juga: Kecelakaan Truk Tronton vs Bus Agra Mas di Tol Ungaran Semarang-Solo, Terperosok hingga Terguling
Hal lain yang juga ikut menyumbang langkah mundur terhadap demokrasi adalah kebebasan pers dan media.
Seperti yang pernah ditulis oleh Ramadlan dan Masykuri (2021) dalam jurnal yang berjudul Kemunduran Demokrasi dan Kebebasan Pers di Asia Tenggara: Refleksi dari Enam Negara.