Suharso mengingatkan, volume konsumsi BBM terus melonjak. Hal ini sejalan dengan tingginya aktivitas masyarakat dan tingkat konsumsi yang meningkat seiring dengan membaiknya ekonomi nasional.
Kenaikan konsumsi itu pun belum bisa diperkirakan sampai berapa puncak kenaikannya. ‘’Pertama kan volumenya naik tuh, kita enggak tahu nanti sampai berapa volumenya naik,’’ tuturnya.
Terpisah, Menkeu, Sri Mulyani Indrawati menuturkan, volume konsumsi BBM memang terus meningkat. Dia menjelaskan, pemerintah dan DPR sebelumnya sudah sepakat untuk menganggarkan subsidi untuk energi termasuk untuk pertalite, solar, LPG dan listrik mencapai Rp 502 triliun. Jumlah itu didapat setelah disepakati tambahan anggaran subsidi sebesar Rp 349,9 triliun.
Namun, subsidi sebesar Rp 502 triliun tersebut berdasarkan perhitungan untuk perkiraan volume konsumsi pertalite mencapai 23 juta KL sepanjang tahun ini. Kenyataan di lapangan, konsumsi masyarakat yang melonjak terhadap BBM bersubsidi baik pertalite maupun solar membuat kuota itu terancam habis pada Oktober 2022.
Merujuk pada data konsumsi BBM bersubsidi per Juli 2022 saja, kuota pertalite yang 23 juta KL itu sudah dikonsumsi 16,8 juta KL hingga Juli. ‘’Artinya itu setiap bulan sekitar 2,4 juta KL habis (dikonsumsi). Kalau diikuti, ini akhir September subsidinya habis untuk pertalite,’’ jelas dia pada rapat kerja Komite IV DPD RI dengan Menkeu, kemarin.
Sama halnya dengan solar subsidi. Dari kuota 14,91 juta KL, sudah dikonsumsi 9,9 juta KL, sehingga sisa kuotanya hanya 5,01 juta KL. ‘’Lha kalau ngikuti tren (konsumsi BBM) ini, bulan Oktober habis kuotanya itu (solar). Jadi subsidinya bukan dicabut, tetapi subsidi yang Rp 502 triliun itu habis,’’ ujarnya.
Dengan cerita pelik itu, dia menegaskan bahwa pemerintah tidak mencabut subsidi. Justru anggaran subsidi itu terancam habis dalam waktu dekat jika konsumsi BBM bersubsidi tidak mampu dikendalikan.
Ani juga mengingatkan aspek keadilan sosial dalam pemberian subsidi. Ironisnya, konsumsi BBM bersubsidi yang seharusnya ditujukan untuk masyarakat miskin, justru mayoritas dikonsumsi golongan orang kaya.