Menurut Agus, salah satu cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk mendukung Polri adalah memindahkan putra dan putri mereka dari ponpes tersebut. ”Pindah ke ponpes yang lebih aman dari kemungkinan menjadi korban kekerasan seksual,” ungkap jenderal bintang tiga Polri tersebut. Bentuk dukungan lain adalah masyarakat tidak mendaftarkan anak-anak mereka untuk menempuh pendidikan di ponpes itu. Agus percaya masyarakat satu suara dengan Polri. ”Tidak menoleransi yang dilakukan pelaku kepada santriwati-santriwati yang menjadi korban,” tegasnya.
Berdasar data yang diperoleh Jawa Pos dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kasus yang menyeret Mas Bechi terjadi sejak 2019. Laporannya teregister di Polres Jombang dengan nomor LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RES.JBG.
Dari Polres Jombang, kasus itu ditarik ke Polda Jawa Timur. Meski sudah tiga tahun berjalan, Mas Bechi sebagai tersangka tidak kunjung menunjukkan iktikad baik untuk menjalani proses hukum sesuai dengan aturan dan ketentuan. Karena itu, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengapresiasi langkah tegas aparat kepolisian. Terlebih, Polri sudah berusaha menempuh cara-cara persuasif sebelum melakukan jemput paksa.
Menurut Susilaningtias, keputusan Polri sudah benar. ”Upaya paksa itu memperlihatkan Polri melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu,” ujarnya. Dia pun tegas menyatakan bahwa Mas Bechi memang harus ditangkap. Bagi korban dan keluarga korban, penangkapan Mas Bechi akan menggaransi keamanan mereka. Sebab, LPSK mendapat kabar bahwa korban kerap menerima ancaman dari pelaku.
Kasus tersebut, sambung dia, menjadi pertaruhan bagi Polri setelah lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. ”Wibawa kepolisian sangat ditentukan dari seberapa kuat negara menegakkan keadilan bagi korban kejahatan,” tegasnya. Dia menambahkan, selama pendampingan dan perlindungan dari LPSK berjalan, kendala penanganan kasus tersebut memang cukup berat. Berkas perkara kasusnya bolak-balik cukup lama dari penyidik kepada penuntut.
Sampai akhirnya berkas perkara dinyatakan lengkap, hambatan masih bermunculan. Tersangka tidak kunjung memenuhi panggilan penyidik sampai masuk daftar pencarian orang (DPO). ”Tersangka memanfaatkan kekuatannya, baik kekuatan secara massa pendukung maupun kekuatan finansialnya,” jelas Susilaningtias. Karena itu, LPSK terus mendampingi dan memberikan perlindungan kepada korban. Termasuk ketika mereka dimintai keterangan oleh Polda Jatim.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyampaikan, tersangka semestinya sadar dan mengerti bahwa proses hukum harus berjalan. Apalagi, yang bersangkutan sudah dua kali melakukan gugatan praperadilan dan dua kali upaya tersebut kandas. ”Karena kasus sudah P21, penyidik wajib untuk menangkap dan menyerahkan tersangka beserta barang bukti kepada penuntut umum,” jelas Poengky.