Senin, 22 Desember 2025

Partai Buruh Gugat Undang-Undang PPP

- Rabu, 22 Juni 2022 | 19:56 WIB
Said Iqbal
Said Iqbal

Dalil lain yang juga digunakan partai buruh adalah revisi UU PPP menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab ada pasal yang menyatakan dalam waktu 2 x 7 hari setelah sidang paripurna, sebuah produk Undang-Undang bisa dilakukan perbaikan.

Norma itu dinilai aneh karena sidang paripurna adalah puncak pembahasan. Sehingga tidak boleh ada revisi setelahnya. Norma diyakini Said untu mengakali apa yang pernah terjadi dalam UU Cipta Kerja. Di mana, ada jumlah halaman dan pasal yang berubah, bahkan patut diduga mengubah makna beberapa pasal yang telah disepakati.

"Semua itu menimbulkan ketidakpastian hukum. Partai Buruh bersama serikat buruh dan serikat petani, berkepentingan untuk menggagalkan dan menolak UU PPP yang sudah direvisi," tegas Said Iqbal.

Dalam UU PPP ini juga mengalihkan beberapa kewenangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) kepada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Kewenangan untuk melakukan revisi saat ada kesalahan penulisan dan saat mengundangkan pengganti UU, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden dilakukan oleh Kemensetneg. Sebelumnya, kewenangan mengundangkan UU, PP, dan Perpres berada di menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Dalam hal ini adalah Kemenkum HAM.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan ada beberapa hal yang tidak tepat dalam undang-undang ini. Jika alasannya untuk mempercepat birokrasi dengan mengalihkan ke Kemensetneg, dia tak setuju. Alasan mempercepat birokrasi tidak tepat. ”Kalau Menkumham lambat (dalam mengundangkan) ganti saja menterinya,” tuturnya kemarin (21/6).

Selain itu dia menilai pengalihan kewenangan bukan hal yang bijak. “Tugas itu memang di Kemenkum HAM,” tuturnya kemarin (20/6). Apalagi, masih menurut Feri, Pusat Legislasi Nasional belum dibentuk oleh pemerintah.

Pusat Legislasi Nasional ini memang berada dibawa Kementerian Sekretariat Negara. Pada 2019 lalu, Mensesneg Pratikno sempat menyebutkan Presiden Jokowi akan membentuk Pusat legislasi Nasional yang akan diberi nama Badan Regulasi Nasional. Badan ini bertugas untuk mengurus regulasi yang ada di kementerian atau lembaga negara. Badan ini, menurutnya akan mengurus UU hingga peraturan menteri. Namun, hingga kini belum ada realisasinya.

“Dengan dibentuknya pusat legislasi itu maka ditjen PP (Peraturan dan Perundang-undangan, Red) juga dipindahkan ke Kemensesneg,” ucapnya. Feri menyayangkan belum adanya Pusat Legislasi Nasional yang merupakan amanah UU 15/2019 yang merupakan perubahan pertama UU 12/2011. “Kalau tanpa disertai pusat legislasi maka nomenklatur pembentukan perUUan harusnya tetap di Kemenkum HAM,” imbuhnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Hadapi Perubahan Iklim, KLH Gandeng Masyarakat Sipil

Kamis, 13 November 2025 | 17:41 WIB
X