Sedangkan untuk luas lahan karhutla, dikatakan Thomas, selama Januari hingga Juli 2023 ini cenderung menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Di mana, hingga saat ini luas karhutla 50.670 hektare atau secara kumulatif terdapat penurunan seluas 8.571 hektare dari periode yang sama pada 2022.
Baca Juga: Airlangga Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Ekspor CPO, Jokowi: Semua Harus Kita Hormati
"Dan yang pasti untuk luas lahan karhutla yang paling banyak itu terjadi di NTT dan NTB," terangnya.
Menurut Thomas, adapun penyebab luas lahan karhutla paling banyak terjadi di NTT dan NTB karena di kedua wilayah provinsi tersebut banyak vegetasinya savana, padang rumput.
Di mama, lahan tersebut memang mudah terbakar tetapi juga cepat tumbuh kembali.
Baca Juga: Patut Dicurigai, 155 Direktur dan Komisaris di 6 BUMN Ogah Setor LHKPN ke KPK, Yuk Intip Rinciannya
"Dan karhutla ini kebanyakan memang masih terjadi di lahan ketimbang di hutan. Dampaknya juga tidak terlalu berdampak, beda kalau di hutan atau gambut," pungkasnya.
Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir menilai, respon pemerintah terhadap El Nino masih reaktif. Hanya berfokus kepada pencegahan jangka pendek.
Menurutnya, penguatan stok pangan melalui cadangan pangan pemerintah (CPP), khususnya cadangan beras pemerintah (CBP) sebagai pangan utama, merupakan solusi yang layaknya dilakukan setiap tahunnya.
Baca Juga: Catat! Inilah Daftar SPBU Pertamina di Jakarta dan Surabaya yang Jual BBM baru Pertamax Green 95
Namun, solusi tersebut tidaklah menyasar ke permasalahan utama pangan Indonesia dalam menghadapi El Nino.
"Beberapa permasalahan fundamental agrikultur Indonesia dalam menghadapi El Nino setiap tahunnya adalah kurang siapnya infrastruktur irigasi serta tidak meratanya kesiapan petani dalam menghadapi El Nino," tuturnya.
Memang, secara garis besar, beberapa petani telah memahami siklus tahunan El Nino dan mengantisipasinya dengan cara adaptasi waktu tanam.
Baca Juga: Data Fakta LPG 3 Kg di Pasaran