RBG.ID-JAKARTA, Masyarakat harus siap-siap mengeluarkan biaya lebih untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. Pasalnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyatakan iuran BPJS Kesehatan berpeluang naik pada Juli 2025.
Salah satu alasan kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena kemungkinan defisit di tahun tersebut sekitar Rp11 triliun.
Meski begitu, DJSN belum menyebut besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan diberlakukan. Pasalnya, rencana kenaikan ini masih menunggu hasil kajian.
Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan Tol Bengkulu-Taba Penanjung, Gelontorkan Biaya Sebesar Ini
"Pehitungan kami, pada Agustus-September 2025 ada defisit dana BPJS Kesehatan sekitar Rp 11 triliun. Jadi sebelum defisit, perlu persiapan," kata Muttaqien kepada awak media di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Muttaqien memastikan bahwa iuran BPJS Kesehatan tidak akan mengalami kenaikan hingga tahun 2024 mendatang. Hal ini sebagaimana amanat yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada BPJS Kesehatan.
Selain itu, hal tersebut juga sesuai dengan hasil perhitungan iuran BPJS Kesehatan yang terkumpul saat ini serta aset netto yang ada.
Baca Juga: Fakta Baru Kasus Mutilasi di Sleman, Isi Pesan Korban dan 2 Pelaku Terbongkar
"Sesuai amanah Presiden, sampai 2024 tidak ada kenaikan (iuran BPJS Kesehatan)," ujar Muttaqien.
Sebelumnya, BPJS mencatat peningkatan total penerimaan iuran sebesar Rp 144,04 triliun sepanjang Tahun 2022. Angka ini tercatat naik dibandingkan dengan total penerimaan iuran tahun 2021 yang mencapai Rp 143,32 triliun.
"Peningkatan penerimaan iuran ini juga didukung oleh peningkatan jumlah kanal pembayaran yang telah mencapai 955.429 titik yang terdiri dari kanal perbankan, non perbankan, hingga Kader JKN," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti.
Baca Juga: Simak Penyakit dan Gejala yang Timbul Akibat Suhu Panas Ekstrem, Beresiko Tinggi Hingga Kematian
Ghufron menjelaskan, selaras dengan standar audit yang ketat, kondisi keuangan BPJS Kesehatan per 31 Desember 2022 telah memenuhi ketentuan dengan mencukupi 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan.
Angka ini dihitung berdasarkan rata-rata klaim bulanan selama 12 bulan terakhir sejak tanggal pelaporan.