RBG.ID – Kontroversi soal pelarangan buka puasa bersama (Bukber) terus diperbincangkan usai surat dari sekretaris kabinet tertanggal 21 Maret itu beredar.
Pengurus Pusat Muhammadiyah mengatakan Bukber justru bisa menjadi ajang komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti menuturkan, larangan Bukber itu jika tidak dipahami dengan benar akan berimbas pada berkurangnya suasana kekeluargaan dan ukhuwah pada bulan Ramadan.
Padahal, Bukber bisa merekatkan dan mencairkan hubungan antara pejabat dengan masyarakat.
BACA JUGA:Presiden Jokowi Larang Pejabat dan Pegawai Pemerintah Gelar Bukber, Ini Penyebabnya
”Serta bisa menjadi sarana komunikasi antara para pejabat negara dengan masyarakat,” ujarnya.
Tokoh asal Kudus itu menegaskan bila Bukber tetap bisa dilakukan para pejabat.
Asalkan tidak memakai anggaran negara dan dilakukan secara sederhana.
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Muhammad Nasir Djamil mendesak Presiden Jokowi agar mencabut larangan pejabat berbuka puasa bersama.
Larangan tersebut menunjukkan bahwa presiden dianggap tidak peka pada tradisi berbuka puasa yang menjadi kearifan lokal umat Islam di Indonesia.
”Jangan-jangan larangan buka puasa bersama dikhawatirkan oleh rezim akan menjadi konsolidasi umat Islam menjelang pilpres,” ungkap Nasir.
BACA JUGA:Larangan Gelar Bukber Bagi Pejabat, Zulhas Ungkap Anggarannya untuk Bantu Masyarakat
Dia menuturkan, larangan itu sangat kontras dengan penyelenggaraan pesta perkawinan oleh para pejabat.