RBG.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sebesar 20 persen.
Keputusan ini disampaikan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang yang digelar pada Kamis, 2 Januari 2024. Putusan ini diambil berdasarkan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.
Hakim MK Saldi Isra menjelaskan, aturan ambang batas pencalonan tersebut bertentangan dengan prinsip moralitas dan rasionalitas serta menciptakan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Presidential threshold, berapa pun besarnya atau angka persentasenya, adalah bertentangan dengan Pasal 6A Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata Hakim MK Saldi Isra, dikutip RBG.id dari Instagram @haluandotco pada Jumat, 3 Januari 2025.
Gugatan terkait ketentuan presidential threshold diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
Dalam permohonannya, mereka menilai aturan presidential threshold sebesar 20 persen telah melanggar prinsip “one man, one vote, one value.”
Lebih lanjut, para mahasiswa itu berpendapat, suara yang diperoleh dalam pemilu legislatif digunakan untuk menentukan calon presiden dalam dua periode pemilihan sehingga menciptakan ketidakseimbangan dalam demokrasi.
Keputusan ini membuka peluang yang lebih luas bagi partai politik maupun koalisi untuk mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa terikat ketentuan ambang batas suara.
Apa yang Dimaksud Presidential Threshold?
Presidential Threshold adalah aturan dalam sistem pemilu Indonesia yang menentukan syarat minimal bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.