Minggu, 21 Desember 2025

Profil 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur saat G30S PKI, Mengenang Kembali Peristiwa Kelam 58 Tahun Lalu

- Sabtu, 30 September 2023 | 09:58 WIB
Monumen Pancasila Sakti yang berada di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Monumen Pancasila Sakti yang berada di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Sutoyo Siswomiharjo lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 28 Agustus 1922. Sutoyo Siswomiharjo bergabung dengan TKR dan menjadi ajudan Jenderal Gatot Subroto yang saat itu menjabat sebagai komandan polisi militer.

Pada 1954 ia menjabat menjadi kepala staf Markas Besar Polisi Militer. Pada 1960, Sutoyo ditugaskan menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat. Lalu, naik pangkat sebagai Inspektur Kehakiman atau Jaksa Militer Utama dengan pangkat yaitu Brigadir Jenderal TNI.

5. Mayor Jenderal Siswondo Parman

Petinggi militer yang saat itu memiliki jabatan sebagai Asisten I Menteri/Panglima AD di Bidang Itelijen, juga dibunuh oleh pasukan Cakrabirawa bersama 5 teman lainnya. Sehari sebelum kejadian, S. Parman telah diperingatkan akan terjadi kemungkinan gerakan komunis. Dengan nasib yang sama, pahlawan revolusi ini juga dipendam di Lubang Buaya.

Mayor Jenderal Siswondo Parman atau dikenal sebagai S. Parman lahir di Wonosobo, 14 Agustus 1918. S. Dimasa kekuasaan Jepang, Parman bekerja sebagai polisi militer yang disebut Kempetai. Tak lama setelah itu, S. Parman dikirim ke Jepang untuk mengikuti pelatihan intelijen.

Parman juga pernah menjadi atase di militer Indonesia yang ada di Inggris dan memegang jabatan di Departemen Pertahanan Indonesia. Kemudian, S. Parman kembali ke Indonesia menjadi asisten intelijen bagi KSAD Jenderal Ahmad Yani. Pada 30 September 1965, S. Parman diculik oleh pasukan Cakrabirawa di kediamannya.

Pahlawan revolusi ini juga menjadi sasaran pembunuhan PKI dibawah pasukan Cakrabirawa. Tepat tengah malam, sekelompok anggota PKI memaksa masuk dan melancarkan tembakan ke rumah Jenderal Panjaitan di Jalan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Jasad petinggi yang menjabat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima AD Bidang Logistik itu dibuang bersama rekan lainnya di Lubang Buaya.

Baca Juga: Lawan PSS Sleman, Arema FC Ingin Beri Hadiah Kemenangan untuk Korban Tragedi Kanjuruhan Sore Ini

6. Brigjen D.I. Pandjaitan

Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan atau D.I. Pandjaitan. lahir di Balige, Sumatera Utara pada 9 Juni 1925. D.I. Pandjaitan menjadi anggota Gyugun atau bisa disebut sebagai tentara sukarela di wilayah Pekanbaru, Riau setelah tamat SMA.

D.I. Pandjaitan ditugaskan menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Lalu, beralih menjadi Kepala Staf Umum IV di Komandemen Tentara Sumatera. Serta menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia saat terjadi Agresi Militer Belanda yang ke I dan II.

D.I. Pandjaitan diangkat sebagai Asisten IV Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal AH Nasution di bagian logistik. Kemudian, pada 1 Oktober 1965 dini hari, Pandjaitan diculik oleh pasukan Cakrabirawa dan menjadi salah satu jenderal yang terbunuh dalam peristiwa G30S/PKI.

7. Kapten Pierre Tendean

Pahlawan revolusi yang terakhir adalah Kapten Pierre Tendean. Pierre Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939.Setelah lulus dari Akademi Militer pada 1962, ia mendapatkan mandat untuk menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.

Dalam peristiwa G30S PKI 1965 itu, Pierre yang kala itu baru menginjak usia 26 tahun sebenarnya bukan target utama dari pasukan pengawal Presiden Soekarno. Namun, Pierre mengorbankan diri demi melindungi pimpinannya, Jenderal AH Nasution, yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan sekaligus Kepala Staf Angkatan Bersenjata.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Hadapi Perubahan Iklim, KLH Gandeng Masyarakat Sipil

Kamis, 13 November 2025 | 17:41 WIB
X