Selain itu, Bhima menyebut dengan pencabutan status pandemi, akan diwarnai dengan peralihan sektor-sektor mana saja yang akan bertumbuh.
Baca Juga: Terus Digeber, Pengerjaan Proyek Jembatan Otista Diprotes Lantaran Menggangu Waktu Tidur Warga
Jika pada masa pandemi Covid-19 sektor-sektor seperti kesehatan, farmasi, telemedicine, hingga digital mendapat angin segar pertumbuhan, maka ke depan giliran sektor lain yang akan bergeliat.
‘’Sekarang berubah ya. Jadinya sektor yang terkait rekreasi, konser, hiburan, olahraga, dan sektor-sektor konvensional akan naik. Jadi ada perubahan sektor yang bertumbuh,’’ imbuh dia.
Meski begitu, jika dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, Bhima memandang masih belum akan terkerek tinggi.
Baca Juga: Mobil Sedan Terbalik di Jasinga Usai Hantam Rumah Warga, Satu Keluarga Jadi Korban
Dia memproyeksi ekonomi akan tumbuh hanya di kisaran 5 persen hingga 5,1 persen.
Bhima menjelaskan, kondisi itu lebih disebabkan karena negara-negara mitra datang Indonesia seperti Korsel, Jepang, Tiongkok, Eropa, hingga AS, mayoritas mengalami outlook yang melemah.
‘’Kapasitas industrinya pun menurun, sehingga output dari komoditas yang sedang booming itu mulai berakhir. Padahal Indonesia adalah negara penghasil komoditas SDA. Hal ini akan berpengaruh pada stabilitas ekonomi pascapandemi berakhir,’’ urainya.
Baca Juga: 11 Ujian Mandiri PTN yang Memakai Skor UTBK, Ada ITB, IPB, Sampai UNNES
Kenaikan suku bunga acuan di berbagai negara maju juga harus diwaspadai. Sebab, hal itu tentu akan berdampak pada kondisi makro ekonomi di dalam negeri.
Secara umum, Bhima melihat resiliensi ekonomi Indonesia masih terjaga. ‘’(Resiliensi ekonomi) menurut saya levelnya sedang ya, to be fair.
Ekonomi global kurang baik, tapi kita terdorong oleh demografi usia produktif yang tinggi dan konsumsi yang tinggi. Itu semua sensitive sekali pada mobilitas.
Jadi begitu ekonomi sebesar RI dengan banyak penduduk yang sudah mulai aktif, maka itu akan signifikan memengaruhi tingkat konsumsi,’’ katanya.