Bisa-bisa 1 hektare tanah itu hanya 400 kilogram hingga 500 kilogram per tahun.
Menurut dia, sebenarnya dukungan pemerintah begitu penting. Untuk menghidupkan semangat menanam kopi dan memperbaiki kualitasnya.
Baca Juga: Sudah Mulai Memasuki Musim Hujan, Inilah 10 Tips Agar Badan Tetap Hangat Usai Kehujanan
Kini, dukungan pemerintah masih tidak tepat guna. Bantuan ke petani kopi hanya sekadar seremonial.
Belum sampai pada tahap strategis yang mampu memberikan dampak signifikan terhadap produksi kopi.
Bagaimana dengan kualitas kopi Indonesia? Syafrudin mengatakan bahwa saat ini 70 persen produk kopi Indonesia adalah robusta.
Baca Juga: Soal Kereta Cepat Menuju Surabaya, Luhut Bilang Begini
Lalu, 30 persennya barulah arabika. ”Kopi kita terutama yang arabika itu dikenal dengan single origin dan reference-nya,” jelas Syafrudin.
Setiap kopi di daerah memiliki cita rasanya sendiri. Tiap daerah, kopinya berbeda. Hal itulah yang membuat kopi Indonesia diburu.
Tapi, persoalannya adalah konsistensi kualitas. ”Kualitas kopi Indonesia belum bisa selalu sama. Selalu naik turun. Itu yang dikeluhkan penikmat kopi dunia,” tutur Syafrudin.
Kini, kopi Indonesia yang paling diburu penikmat kopi dunia adalah kopi Mandailing atau Sumatera.
Apa penyebabnya? Dia menjawab bahwa kopi tersebut yang paling terjaga soal kualitasnya. ”Hasil kopinya selalu bagus. Selalu sama. Itu dibutuhkan,” terangnya.
Soal rasanya jelas lebih nendang. Bahkan, kopi Mandailing itu kopi paling nendang rasanya di Indonesia setelah kopi Toraja.
”Kopi Sumatera atau Mandailing ini trend setter di Indonesia,” papar wakil ketua Dewan Kopi Indonesia 2022–2026 tersebut.