RBG.ID, BEKASI- Rokok elektrik atau vape belakangan ini disorot usai ditemukannya kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam produk tersebut. Kandungan EG dan DEG aman digunakan jika masih dalam batas wajar. Jika berlebih, bisa beresiko pada kesehatan. Seperti yang terjadi pada kasus obat sirup yang kini distop sementara karena diyakini memicu gagal ginjal akut.
Temuan produk diduga mengandung zat zat Polietilen Glikol (PEG) ini heboh. Pasalnya, pengguna rokok elektrik beberapa tahun belakangan ini meningkat, Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021 menyebut perokok dewasa di Indonesia meningkat 8,8 juta orang, dari 60,3 juta orang di tahun 2011 menjadi 69,1 juta orang di tahun 2021.
Perokok elektrik di tahun 2021 dalam survei ini disebut sebanyak 6,6 juta orang, meningkat 10 kali lipat dari tahun 2011 sebanyak 480 ribu orang.
"Vape yang umumnya beredar di pasaran itu mengandung polietilen glikol. Artinya, zat pelarut itu bukan hanya ada di obat sirup, tetapi juga di vape atau rokok elektrik," kata peneliti keamanan dan ketahanan kesehatan Griffith University Australia, Dicky Budiman.
Cemaran EG maupun DEG juga bisa masuk ke tubuh ketika terhirup, bukan hanya dikonsumsi, seperti meminum obat sirup. "Kalau polietilen glikol yang ada di vape terkontaminasi etilen glikol dan dietilen glikol, sama seperti cemaran yang ditemukan di obat sirup, maka vape pun punya risiko berbahaya termasuk sebabkan gangguan ginjal akut," lanjut dia.
Di tengah penelusuran yang tengah gencar dilakukan oleh BPOM, Dicky menyebut bahwa saat ini adalah kesempatan untuk pemerintah memastikan semua obat yang beredar di masyarakat aman.
"Menurut saya sekali lagi ini adalah kesempatan, momentum untuk pemerintah memperbaiki pemantauan berkala, maupun memastikan semua produk yang beredar di pasaran ini, termasuk sigaret elektronik ini tidak mengandung bahan berbahaya untuk publik," ungkapnya, Minggu (30/10).