Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Bekasi tengah mendiskusikan ancaman resesi ekonomi. Sejauh ini perusahan di Kota Bekasi belum memutuskan untuk mengambil tindakan memberhentikan karyawan.
Namun, hal itu bisa saja terjadi jika perusahaan sudah dalam kondisi tidak lagi mampu menahan beban sebagai tindakan penyelamatan."Sejauh ini belum ada reaksi atau tindakan PHK, merumahkan, atau mengurangi jam kerja dari perusahaan-perusahaan APINDO," kata Ketua Dewan Pimpinan APINDO Kota Bekasi, Farid Elhakamy.
Kekhawatiran para pengusaha saat ini kata Farid, yakni tidak diperpanjangnya kontrak penjualan barang-barang ekspor oleh konsumen di luar negeri. Kedua, terkait dengan jadwal kenaikan upah pekerja di akhir tahun."Hanya ini yang sekarang agak mengkhawatirkan anggota kami," tambahnya.
Pekerja di Bekasi juga belum melihat adanya tanda-tanda gelombang PHK, baik di Kota maupun Kabupaten Bekasi. Ancaman PHK ini oleh pekerja disebut sudah terjadi sejak tiga tahun yang lalu, tapi masih tetap beroperasi dengan baik sampai dengan saat ini.
"Ini sih khususnya di kabupaten kota, khususnya industri manufaktur tidak sesuai dengan perkiraan, tidak sesuai dengan yang ditakut-takutkan oleh APINDO, sebelum Covid malah ya," kata Anggota Dewan Pengupahan Kota (Depeko) perwakilan serikat pekerja atau serikat buruh, Indrayana.
Kenyataan di lapangan kata Indrayana, perundingan antara pekerja dan pengusaha di masing-masing perusahaan menghasilkan persetujuan kenaikan upah, berkisar 4 sampai 11 persen.
Ancaman gelombang PHK ini kata Indrayana, bukan murni untuk menyelamatkan perusahaan. Melainkan untuk mengulang tidak hasil rapat pengupahan di akhir tahun 2021 silam, disamping memanfaatkan penggunaan tenaga magang dan outsourcing.
"Untuk resesi sih ya jelas, akurat, harus kita hadapi. Tapi ya ibaratnya ada tentara perdamaian datang ke Indonesia, ternyata ada Belanda yang mendompleng untuk menjajah, itu statusnya," tandasnya.