Sebab itu, ia meminta stigma-tigma negatif tersebut harus dihilangkan di masyarakat.
"Bahwasannya para penyandang disbilitas merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki kedudukan yang sama dan memiliki hak serta kewajiban yang sama sebagai warga negara Indonesia termasuk dalam penyelenggaraan pemilu," imbuhnya.
Suhendar menyebut, berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang disabilitas telah mengatur agar terciptanya Pemilu demokratis dan tanpa diskriminasi.
"Pada pasal 5 dijelaskan bahwa disabilitas memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi penyelenggara Pemilu. Kemudian dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016, dari mulai pasal 13, 75 dan 76 disabilitas memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi anggota DPR, DPRD, DPD dan juga termasuk menjadi penyelenggara Pemilu," jelasnya.
Artinya, lanjut Suhendar, penyelenggara Pemilu yang dimaksudkan oleh undang-undang tersebut adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 itu, amanat adanya partisipasi seluruh kelompok disabilitas harus diakomodasi dari tingkat pusat hingga Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Sebelumnya, sebanyak 150 petugas panitia pemilihan kecamatan (PPK) telah dilantik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung untuk menjalankan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, di Hotel Horison, Kota Bandung pada Rabu (4/1) lalu.
Petugas PPK yang telah dilantik akan ditugaskan dan disebar di 30 kecamatan. Sayangnya, keterlibatan kelompok difabel masih sangat minim bahkan tidak ada.