"Ya, kenyataannya sampai saat ini kontraktor belum memperbaiki pembangunan yang ambrol tersebut," jelasnya.
Agil menduga, pihak kontraktor tidak profesional dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi tersebut sehingga menimbulkan cacat mutu.
"Pekerjaan tersebut di sub kontrakan kepada salah satu kontraktor lokal, sehingga berpotensi mensiasati baik nilai volume dan satuan tanpa berpedoman pada RAB atau spek yang tercantum dalam Surat Perintah Kerja (SPK, red) yang mengikatkan diri dalam perjanjian kontrak dan berkekuatan hukum," bebernya.
Agil menerangkan, pihak kontraktor saat serah terima pekerjaan kepada Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) menerima pembayaran sebesar 100 persen dari harga SPK dan penyedia harus menyerahkan sertifikasi garansi sebesar 5 persen dari harga SPK.
"Namun hal itu tidak dilakukan, malahan jaminan pemeliharaan 5 persen oleh penyedia langsung dicairkan. Sehingga, dengan kejadian ambrolnya TPT, pihak penyedia tidak melaksanakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan. Ini bisa terjadi adanya kerjasama penyedia dengan pihak PPK dan PPHP di dalam mencairkan sertifikasi garansi sebesar 5 persen dari nilai harga SPK," terangnya.
Baca Juga: Melalui Prokasih, Fahmi Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan dan Sungai
Menyikapi hal tersebut, LPWS bakal segera melayangkan surat Laporan dan Pengaduan (Lapdu) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat agar segera turun tangan melakukan pemeriksaan terkait pembangunan Cipelang Herang tersebut.
"Kami akan segera melayangkan surat Lapdu terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana penyalahgunaan jabatan atau wewenang, permufakatan jahat dan KKN yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara atas cacat mutu dan wanprestasi pada paket pekerjaan tersebut," tegasnya. (Bam).