Musang biasanya hidup di dalam hutan, namun tidak jarang mereka memasuki perkampungan kecil untuk mencari makanan, seperti ayam yang menjadi salah satu mangsanya.
Dalam kajian fiqih, musang dikenal dengan nama tsa’lab. Ulama Syafi'iyah menganggap musang sebagai hewan yang halal untuk dimakan.
Meskipun musang adalah pemangsa dengan taring tajam, dalam pandangan mereka, musang tetap termasuk dalam kategori hewan thoyyibat, yakni hewan yang dianggap baik dan layak dikonsumsi.
Oleh karena itu, berdasarkan pendapat ulama Syafi'iyah, memakan daging musang diperbolehkan dalam syariat Islam.
Dalam banyak kitab fiqih, musang dikenal dengan istilah tha’lab. Berdasarkan Fiqh al-Manhaji, binatang buas yang memiliki taring kuat untuk menangkap mangsa, seperti anjing, babi, serigala, beruang, kucing.
Baca Juga: Dipanggil DPR RI, Korban Kekerasan Anak Bos Toko Roti Sebut Harus Jual Motor untuk Bayar Pengacara
Dan ibn awi (sejenis binatang yang lebih besar dari musang namun lebih kecil dari anjing dengan kuku panjang), dianggap haram untuk dimakan.
Selain itu, hewan seperti gajah, singa, harimau, dan kera juga masuk dalam kategori haram menurut pandangan fiqih ini haram di makan.
Jika taring binatang tersebut lemah dan tidak digunakan untuk menangkap mangsa maka binatang tersebut dianggap halal untuk dimakan.
Contohnya adalah beberapa jenis serigala (al-dhab‘) dan musang, yang meskipun termasuk dalam kelompok binatang buas.
Namun, karena taringnya yang lemah dan tidak digunakan untuk berburu, mereka dianggap halal menurut beberapa pandangan dalam fiqih.
Menurut ulama dari mazhab Hanbali dan Hanafi, musang termasuk dalam kategori hewan yang haram dimakan.