RBG.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru-baru ini mendapatkan gelar doktor dari Program Pascasarjana Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia (UI) dengan predikat cumlaude.
Namun, gelar doktor yang diraih dalam waktu kurang dari dua tahun ini menuai kritik dari berbagai pihak.
Salah satunya, Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) serta pengamat pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat.
Baca Juga: Gara-gara Ini, Sang Bintang Philadelphia 76ers Joel Embiid Absen Selama Pramusim
Rakhmat mempertanyakan proses akademik yang ditempuh Bahlil, terutama terkait waktu studi yang singkat.
"Gelar doktor yang diraih dalam waktu kurang dari dua tahun ini memunculkan pertanyaan tentang integritas akademik. Ada kekhawatiran bahwa hal ini bisa mencederai etika akademik," kata Rakhmat Hidayat dikutip RBG.id dari Instagram @frix.id pada Kamis, 17 Oktober 2024.
Di sisi lain, ia juga menyinggung kemungkinan praktik jual beli gelar atau penggunaan 'joki' dalam proses perolehan gelar doktor tersebut.
Baca Juga: Terungkap Juga, Ternyata Hong Seunghan Keluar dari RIIZE Setelah Perenungan Mendalam
Bahlil sendiri mengajukan disertasi berjudul "Kebijakan, Kelembapan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia."
Dalam disertasinya, Bahlil menyoroti kebijakan hilirisasi nikel belum sepenuhnya memberikan keadilan bagi masyarakat di daerah penghasil, serta lebih banyak didasarkan pada sudut pandang kebijakan yang terpusat di Jakarta.
Bantahan UI Soal Joki
Menanggapi kritik terkait durasi studi yang singkat, Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia buka suara.
Ia menyampaikan, Bahlil mengikuti program doktor jalur riset yang memang memungkinkan penyelesaian studi dalam waktu 20 bulan.