“Sebanyak 40 ribu penonton itu tidak semuanya anarkis. Hanya sebagian saja. Sekitar 3.000-an orang yang turun ke lapangan,” ucap Nico.
“Ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan. Kalau semua mematuhi aturan, maka kami akan mampu mengantisipasi dengan baik. Jadi ada sebab dan akibatnya.”
“Kami akan melakukan upaya-upaya, berbicara dengan stakeholder agar tragedi ini tidak terjadi lagi,” tambah Nico.
Nico mengatakan bahwa awal mula terjadinya kerusuhan adalah kekecewaan yang memuncak dari Aremania. Sebab, untuk kali pertama dalam 23 tahun terakhir, Arema dikalahkan Persebaya di Malang dengan skor 2-3.
Rasa kekecewaan yang dalam itulah yang membuat Aremania turun ke tengah lapangan.
Menurut Kapolda, awalnya hanya sedikit yang turun ke lapangan dan mencari pemain dan ofisial Arema. “Mereka bertanya, mengapa bisa kalah melawan Persebaya?” kata Nico.
Setelah itu, polisi melakukan pengamanan kepada pemain dan pencegahan agar aksi kekerasan tidak meluas. Polisi lalu menghalau penonton agar tidak menginvasi lapangan dan mencari para pemain.
Dalam proses penghalauan tersebut, polisi kemudian menembakkan gas air mata. “Itu dilakukan karena mereka mulai menyerang petugas dan merusak mobil,” ucap Nico.