“Jika tidak diberlakukan penyesuaian tarif untuk golongan nonsubsidi, ini tentunya menimbulkan beban kompensasi. Tahun 2022 saja, beban kompensasi berpeluang menjadi Rp 64,55 triliun sehingga subsidi dan kompensasi untuk listrik total 2022 outlook-nya akan berada di Rp 131,02 triliun,” kata Febrio.
Ia juga menerangkan bahwa tarif listrik untuk pelanggan nonsubsidi saat ini lebih rendah dari harga keekonomian. Hal tersebut, kata dia, berisiko bagi keuangan negara.
Melansir Laporan Tahunan PLN tahun 2021, tarif keekonomian listrik adalah sekitar Rp 1400-Rp 1500 per kWh. Namun, kemudian diberikan subsidi oleh pemerintah. Sehingga masyarakat hanya perlu membayar sekitar Rp 400-Rp 600 per kWh.
Dalam paparannya, Febrio juga mengungkapkan bahwa penerima kompensasi listrik pada 2017 hingga 2021 masih didominasi industri besar dan rumah tangga mampu.
“Kelompok penerima manfaat kompensasi listrik di tahun 2021 paling besar dinikmati oleh industri besar yang mencapai 49,7%, untuk bisnis besar 15%, rumah tangga mampu 32,4% dan 2,9% pemerintah,” tandasnya. (jpc)