RBG.ID, JAKARTA - Kementerian Kesehatan mengumumkan 1 kasus cacar monyet pertama di Indonesia. Pasien adalah WNI dan warga DKI Jakarta yang memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri. Dengan ditemukannya 1 kasus, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai tak heran mendengar kemunculan kasus ini.
Menurut Dicky, berkaca dari pengalaman kasus Covid-19, Indonesia umumnya mendapatkan kasus lebih belakangan atau lebih lambat dibanding negara lainnya. Dicky menduga sebetulnya kasus ini sudah ada di Indonesia sebelumnya namun belum terdeteksi. Hal itu karena penduduk Indonesia begitu besar dan negara Indonesia begitu luas sehingga sulit terdeteksi.
“Seperti saya katakan potensi monkeypox ini sudah ada di Indonesia itu besar ya, jadi sejak awal saya katakan ini memang hanya menunggu waktu,” katanya kepada JawaPos.com, Sabtu (20/8).
Risiko itu terutama di kelompok berisiko tinggi seperti PSK dan LGBT. Ini lah yang merupakan kelompok paling berisiko di semua negara. Hampir 96 persen pasien dari kelompok ini. “Dan di Indonesia kan ada kelompok ini walaupun ini bukan penyakit seksual dan bisa menulari populasi umum,” katanya.
Menurutnya, ketika ada 1 wabah yang sudah terdeteksi di satu negara, dengan tingginya angka globalisasi di dunia, maka penularan bisa terjadi begitu cepat. Perpindahan dan mobilitas seseorang dari satu negara ke negara lainnya kian cepat.
’’Apalagi dari karakternya sendiri, penularan cacar monyet ini masa inkubasinya bisa sampai 3 minggu tak bergejala, seseorang bisa ke mana-mana. Hanya kurang dari 3 hari lah, penyakit bisa ke mana-mana dibawa manusia,” tegas Dicky.
Dicky menjelaskan dengan adanya penemuan satu kasus, ia mendorong agar pelacakan kontak erat dilakukan mundur 3 minggu ke belakang sebelum pasien tiba di tanah air. Pelacakan sebaiknya juga dilakukan hingga ke lapis kedua.
