Saat itu, anggota Polri melaksanakan police line terlebih dulu. Demikian juga saat beberapa kali Tim Khusus melakukan pendalaman di TKP. Bahkan, hingga kini police line tetap terpasang di rumah Irjen Ferdy Sambo.
Kejanggalan kedua, tentang tidak adanya pemotretan dan sketsa. Pemotretan dilakukan agar dapat mengabadikan situasi atau keadaan TKP termasuk korban dan barang bukti lain pada saat diketemukan.
Disamping, bertujuan memberikan gambaran nyata situasi kondisi TKP. Pemotretan sangat erat dengan identifikasi dan kedokteran forensik
Sementara dalam pembuatan sketsa digunakan untuk menggambarkan situasi atau keadaan TKP seteliti mungkin guna kepentingan rekonstruksi di kemudian hari. Termasuk menampilkan barang-barang bukti yang ditemukan.
Tanpa adanya Berita Acara Pemotretan dan Sketsa maka rekontruksi yang akan dilakukan menjadi Bias.
Baik pemotretan maupun sketsa ini, tidak ditampilkan oleh pihak Polri saat mengumumkan kejadian perkara atas tewasnya Brigpol Yosua, termasuk jenis senjata, nomor register senjata dan kaliber peluru yang telah ditemukan. Sehingga, masyarakat menilai ada banyak kejanggalan dalam kasus tersebut.
Kejanggalan ketiga, karena penanganan pertama kasus tewasnya Brigpol Yosua tersebut sudah terjadi kejanggalan-kejanggalan. Hingga jenazah tidak boleh dibuka dan akhirnya ditemukan ada sayatan maka keluarga dan kuasa hukumnya meminta dilakukan otopsi ulang.
Kapolri menyepakati diadakannya otopsi ulang pada hari Rabu (27 Juli 2022) ini dengan melibatkan ahli-ahli yang netral dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) .