RBG.ID – Draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terus mendapat sorotan dari masyarakat sipil. Sederet pasal dalam draf yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR itu berpotensi memunculkan masalah dalam penerapannya nanti.
Di antara sekian banyak pasal, salah satu yang mendapat perhatian adalah pasal 2 dan pasal 595 terkait hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).
Pasal tersebut dinilai mencederai asas legalitas hukum pidana. Sebab, tindak pidana yang tidak diatur dalam perundang-undangan/peraturan dapat dikenakan hukuman sepanjang masyarakat menganggapnya tindak pidana.
BACA JUGA : Tolak RKUHP, Mahasiswa di Sukabumi Minta DPRD Lakukan Ini!
’’Di sisi lain, hukum yang hidup di masyarakat secara implisit telah disinggung pada UU 48/2009 (UU Kekuasaan Kehakiman, Red), di mana dinyatakan bahwa hakim yang wajib mempertimbangkan keadilan di tempat hukum masing-masing masyarakat,’’ kata Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Rommi Adany Putra Afauly kepada Jawa Pos.
Tak luput, sorotan terhadap pasal 218 dan pasal 220. Di dalam pasal penghinaan presiden dan Wapres itu, diatur potensi pidana terhadap setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri kepala negara di muka umum.
Mereka diancam penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana kategori IV.