nasional

Sri Mulyani Peringatkan Dampak Kebijakan Trump 2.0 Terhadap Indonesia: Rupiah Melemah, Ekonomi Tertekan

Kamis, 13 Maret 2025 | 18:30 WIB
Sri Mulyani paparkan Laporkan Kondisi APBN, Kamis 13 Maret 2025. (Foto/Instagram @medantalks.)

RBG.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti dampak kebijakan Presiden AS Donald Trump dalam periode keduanya (Trump 2.0) terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.

Menurutnya, kebijakan Trump yang semakin condong ke arah unilateralisme telah memicu gejolak pasar global, berimbas pada volatilitas nilai tukar rupiah.

Menkeu mengungkapkan bahwa hingga akhir Februari 2025, nilai tukar rupiah berada di level Rp16.340 per dolar AS, dengan rata-rata year to date di Rp16.309 per dolar AS.

“Sejak Presiden Trump dilantik kembali pada awal Januari 2025, berbagai kebijakan eksekutifnya terus menimbulkan gejolak yang dirasakan di seluruh dunia. Hal ini tercermin dalam pergerakan kurs rupiah,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (13/3).

Baca Juga: Tekor Pak Bos! Sri Mulyani Umumkan APBN Defisit Capai Rp31,2 Triliun, Isu Menkeu Mundur Teratur Kini Mencuat

Meski demikian, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tetap stabil, menunjukkan ketahanan pasar obligasi domestik terhadap guncangan eksternal.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, terus mewaspadai dan memitigasi risiko dari dinamika global, terutama akibat kebijakan ekonomi unilateral yang diterapkan oleh AS.

Perubahan Tatanan Ekonomi Global

Sri Mulyani menilai bahwa ekonomi global tengah mengalami perubahan besar dan signifikan, yang disebutnya sebagai “new economic order”.

Baca Juga: Bertemu Presiden Prabowo, Sri Mulyani Beri Respon Menohok Usai Diisukan Mundur dari Kabinet

Menurutnya, dalam 50-60 tahun terakhir, tatanan ekonomi global berlandaskan pada globalisasi dan aturan berbasis multilateral.

Namun, sejak pemerintahan Trump 2.0, AS telah beralih ke pendekatan unilateral, di mana kebijakan ekonomi lebih didasarkan pada kepentingan nasionalnya sendiri tanpa mempertimbangkan mekanisme multilateral yang sebelumnya menjadi pedoman dalam hubungan ekonomi antarnegara.

“Tadinya kita berada di era ‘rule-based multilateralism’, sekarang berubah menjadi ‘unilateralism’. Artinya, negara yang paling dominan, yaitu AS, bisa menentukan aturan mainnya sendiri sesuai dengan kepentingannya,” jelas Sri Mulyani.

Baca Juga: Siapa Kent Lisandi? Pengusaha yang Meninggal Kena Serangan Jantung Gegara Depresi Ditipu Oknum Pegawai Bank Rp30 Miliar

Halaman:

Tags

Terkini

Hadapi Perubahan Iklim, KLH Gandeng Masyarakat Sipil

Kamis, 13 November 2025 | 17:41 WIB