RBG.ID – Junta militer Myanmar kembali dinilai ingkar janji.
Dalam peringatan dua tahun kudeta, ternyata mereka mengumumkan perpanjangan status darurat militer.
Perpanjangan berlaku selama 6 bulan.
Baca Juga: Rumah Nyaman bagi Komunitas Penyintas Keluarga Retak Itu Adalah Behome
Selama itu pula tidak bisa digelar pemilu.
Kebijakan tersebut kian menipiskan harapan penduduk Myanmar untuk bisa dipimpin pemerintahan sipil.
Tindakan junta militer itu pun menuai kecaman banyak pihak. Salah satunya dari Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Ramai Diperbincangkan, ini Syarat Nikah di KUA
Washington menegaskan, kebijakan tersebut hanya memperpanjang penderitaan rakyat dan membuat pemerintahan yang tidak sah bertahan lebih lama.
’’AS akan bekerja sama dengan negara-negara lain untuk menyangkal kredibilitas internasional rezim Myanmar,’’ ujar Jubir Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price.
AS juga mengecam pemilu yang akan digelar junta militer.
Baca Juga: Jadwal Perempat Final Thailand Masters 2023, Hari Ini Jumat 3 Februari 2023
Sebab, pemilu yang diperkirakan bakal berlangsung tidak adil itu hanya akan memperburuk kerusuhan dan ketidakstabilan, juga tidak mewakili suara rakyat.
Setali tiga uang, utusan khusus PBB untuk HAM di Myanmar Tom Andrews menegaskan, perpanjangan status darurat menunjukkan bahwa kemampuan militer untuk mengontrol negara telah menurun.
Situasi di Myanmar saat ini layaknya bencana HAM. Dia menyerukan agar ada respons global yang terkoordinasi guna mendukung penduduk Myanmar.