’’Untuk kali pertama penetrasi asuransi jiwa terhadap jumlah populasi penduduk Indonesia mencapai angka 8 persen. Pencapaian tersebut menunjukkan bahwa minat masyarakat kepada industri asuransi jiwa semakin meningkat di tengah tantangan perlambatan ekonomi global dan kenaikan inflasi. Tantangan tersebut berpotensi menekan daya beli masyarakat terhadap produk asuransi jiwa,’’ papar Budi.
Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap perlindungan asuransi jiwa terlihat dari pendapatan premi reguler. Meningkat 1,3 persen menjadi Rp 49,7 triliun.
Namun, secara keseluruhan, pendapatan industri asuransi jiwa tertekan akibat menurunnya pendapatan premi tunggal yang minus 17,9 persen YoY menjadi Rp 45,98 triliun.
Data AAJI menunjukkan, total pendapatan industri asuransi jiwa sebesar Rp 105,44 triliun.
Turun 12,3 persen dari pendapatan semester I 2021 sebanyak Rp 120,17 triliun. Sementara itu, total premi minus 8,9 persen menjadi Rp 95,68 triliun.
Namun, meningkatnya pendapatan premi reguler 1,3 persen menjadi Rp 49,7 triliun mengindikasikan bahwa masyarakat semakin mengerti fungsi proteksi jangka panjang dari produk asuransi jiwa.
’’Selain itu, bagi perusahaan, peningkatan pendapatan premi reguler sangat disambut baik untuk menciptakan bisnis yang berkelanjutan,’’ imbuhnya.
Peningkatan juga terjadi pada total investasi industri asuransi jiwa. Naik 3,8 persen sebesar Rp 536,67 triliun. Dari jumlah tersebut, 22,8 persen atau senilai Rp 122,46 triliun ditempatkan pada instrumen surat berharga negara (SBN).