RBG.ID – Setelah bisa bertahan selama pandemi, saat ini industri penyedap rasa menghadapi dua tantangan.
Yakni, kenaikan harga bahan baku dan harga produk impor yang lebih murah.
Ketua Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI) Dody Widodo menyatakan, tren industri penyedap rasa sebenarnya cukup tahan terhadap krisis.
Baca Juga: Tri Rismaharini Diminta Jadi Menteri Sosial Seumur Hidup
Selama pandemi, tidak ditemui rintangan berat dalam penjualan.
’’Produk kami memang digunakan sehari-hari, kami tak mengalami penurunan kinerja,’’ paparnya.
Dia menyatakan, tren pertumbuhan penjualan produk yang biasa disebut micin itu mencapai 2–5 persen per tahun.
Baca Juga: Lionel Messi Pilih Nonton Coldplay ketimbang Awarding Ligue 1 2022–2023 di Paris
Saat ini kapasitas pabrik MSG nasional yang mayoritas anggota P2MI mencapai 380.000 ton per tahun.
Namun, utilitas produksi hanya bisa mencapai 80 persen.
’’Dari total produksi tersebut, 83 persen memang untuk kebutuhan domestik. Tapi, kami masih harus bersaing dengan MSG asal China yang harganya lebih murah,’’ jelasnya.
Soal kenaikan harga bahan baku, Dody mengaku memang ada kenaikan 10–15 persen.
Namun, hal tersebut masih bisa ditangani dengan menekan margin profit.